Dari Sejarah Alkitab Indonesia
(3 revisi antara tak ditampilkan.) | |||
Baris 5: | Baris 5: | ||
|- | |- | ||
| class="j" valign="top" | Bahasa<br /> PL<br /> PB<br /> Porsi<br /> Oleh | | class="j" valign="top" | Bahasa<br /> PL<br /> PB<br /> Porsi<br /> Oleh | ||
- | | class="j" valign="top" | Siau | + | | class="j" valign="top" | Siau<br /> -<br /> Tahun 1883, 2001([[lembaga alkitab#lai|LAI]])<br /> -<br /> F. Kelling, E.T. Steller |
|} | |} | ||
'''Dari: [[Pekabaran Injil dan Gereja-gereja di Daerah Sulawesi Utara (di Luar Minahasa)]]''' | '''Dari: [[Pekabaran Injil dan Gereja-gereja di Daerah Sulawesi Utara (di Luar Minahasa)]]''' | ||
- | Steller bersama rekan-rekannya segera menjalankan upaya untuk membenahi jemaat. Mereka ingin supaya semua anggota memiliki kesalehan hati dan kesucian hidup. Secara negatif, mereka memberantas kepercayaan takhyul, kebiasaan minum minuman keras dan perkawinan poligami yang banyak terdapat di kalangan orang Kristen. Secara positif, mereka secepat mungkin mulai menggunakan bahasa daerah sebagai ganti bahasa Melayu. Beberapa bagian Alkitab mereka terjemahkan ke dalam bahasa daerah (1883, PB dalam logat Siau; 1942, PB dalam bahasa Sangir), begitu pula Katekismus Heidelberg (1871), Perjalanan seorang Musafir karangan J. Bunyan, dan lain-lain. | + | Steller bersama rekan-rekannya segera menjalankan upaya untuk membenahi jemaat. Mereka ingin supaya semua anggota memiliki kesalehan hati dan kesucian hidup. Secara negatif, mereka memberantas kepercayaan takhyul, kebiasaan minum minuman keras dan perkawinan poligami yang banyak terdapat di kalangan orang Kristen. Secara positif, mereka secepat mungkin mulai menggunakan bahasa daerah sebagai ganti bahasa Melayu. Beberapa bagian Alkitab mereka terjemahkan ke dalam bahasa daerah (1883, PB dalam logat Siau; 1942, PB dalam [[bahasa sangir|Bahasa Sangir]]), begitu pula Katekismus Heidelberg (1871), Perjalanan seorang Musafir karangan J. Bunyan, dan lain-lain. |
[ Dr. Th. van den End, 2001, 145 ] | [ Dr. Th. van den End, 2001, 145 ] | ||
Baris 21: | Baris 21: | ||
[ Rev. R Kilgour, D.D., 175 ] | [ Rev. R Kilgour, D.D., 175 ] | ||
+ | |||
+ | ---- | ||
+ | |||
+ | Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Siau berawal dari perhatian Lembaga Alkitab Indonesia, untuk mendekatkan Firman TUHAN ke dalam kehidupan jemaat, terutama bagi umat Kristiani yang masih menggunakan secara khas bahasa ibu. Dalam sejarah Gereja di Sangihe Talaud di zaman Zending, dicatat pada tahun 1882, Pdt. A. Fredik Kelling, yang bekerja di Siau telah menerjemah Perjanjian Baru dalam bahasa Siau, dan pada tahun 1942 Nn. Clara Steller bersama tuan KGF Steller, juga telah menerjemahkan Perjanjian dalam [[bahasa sangir|bahasa Sangir]] (Sangihe) dialek Manganitu. Sayangnya kedua terjemahan PB dalam bahasa Siau dan bahasa Sangir itu kini sudah tidak ada lagi bekasnya. Selanjutnya setelah Badan Zending menyatakan pekerjaannya di Sangir–Talaud, kepada Gereja Masehi Injili Sangir-Talaud, kerinduan warga jemaat untuk memiliki Kitab Suci Alkitab dalam bahasa daerah sangat besar, apalagi setelah kemerdekaan Republik Indonesia, jangankan Alkitab bahasa daerah, Alkitab bahasa Melayu yang dipakai waktu itu pun dapat dihitung dengan jari orang yang memilikinya. Tidak heran para Penghentar Jemaat (Pendeta, Penolong Injil) yang masih bisa memberikan Firman dalam bahasa pergaulan sehari–hari, mereka harus menerjemahkannya langsung ayat–ayat kitab suci sebagai bahan renungan dan pemberitaan apabila mereka memimpin kebaktian–kebaktian. Di Sangir-Talaud yang dulunya masih satu kabupaten, yang seluruhnya menjadi wilayah pelayanan Gereja Masehi Injili Sangir-Talaud ( GMIST), terdapat 4 rumpun bahasa, yakni bahasa Sangir/Sangihe, Siau, Tagulandang, dan Talaud. | ||
+ | |||
+ | ... | ||
+ | |||
+ | Dari segi teknis penerjemahan mengalami kesulitan dalam menerjemahkan kata–kata yang terkadang ada kata dalam bahasa sumber, tapi tidak ada dalam terjemahan bahasa penerima. Di samping itu juga belum terdapat kamus bahasa khusus bahasa Siau. Berbeda dengan bahasa Sangir, ada kamus Sangir–Belanda, tulisan E.T. Steller, Pendeta Zending di Manganitu (tahun 1857–1889). Karena itu banyak terdapat kata dalam bahasa Siau harus mengunakan bahasa terapan. Segi manajemen yang dihadapi oleh penerjemah itu kepada pembaca, sehingga harus memerlukan ketelitian, baik dalam menerjemahkan kata demi kata, ungkapan–ungkapan atau penulisan kata. Hal ini disebabkan karena bahasa Siau sampai sekarang belum memiliki aturan yang baku, sehingga yang dipakai dalam penulisan kata mengikuti petunjuk dalam Buku Pedoman Penerjemahan yang dikeluarkan oleh lembaga Alkitab Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan. | ||
+ | |||
+ | [http://id.suaramanado.com/berita/manado/lain-lain/2011/9/2469/londo-firman-tuhan-jadi-sangat-dekat-dengan-kehidupan-sehari-hari suaramanado.com] | ||
---- | ---- | ||
Baris 28: | Baris 38: | ||
# End, Dr. Th. van den. 2001. [[bibliografi/ragi carita 2.htm|''Ragi Carita 2'']]. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta. Halaman 143-150. | # End, Dr. Th. van den. 2001. [[bibliografi/ragi carita 2.htm|''Ragi Carita 2'']]. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta. Halaman 143-150. | ||
# Kilgour, Rev. R, D.D. [[bibliografi/alkitab hindia belanda.htm|''Alkitab di Tanah Hindia Belanda'']]. Halaman 171-176. | # Kilgour, Rev. R, D.D. [[bibliografi/alkitab hindia belanda.htm|''Alkitab di Tanah Hindia Belanda'']]. Halaman 171-176. | ||
- | {{DISPLAYTITLE:Bahasa Siau | + | {{DISPLAYTITLE:Bahasa Siau}} |
[[Kategori:Versi Alkitab]] | [[Kategori:Versi Alkitab]] |
Revisi terkini pada 15:48, 3 Juli 2012
|
Keterangan Tabel | ||
Bahasa PL PB Porsi Oleh | Siau - Tahun 1883, 2001(LAI) - F. Kelling, E.T. Steller |
Dari: Pekabaran Injil dan Gereja-gereja di Daerah Sulawesi Utara (di Luar Minahasa)
Steller bersama rekan-rekannya segera menjalankan upaya untuk membenahi jemaat. Mereka ingin supaya semua anggota memiliki kesalehan hati dan kesucian hidup. Secara negatif, mereka memberantas kepercayaan takhyul, kebiasaan minum minuman keras dan perkawinan poligami yang banyak terdapat di kalangan orang Kristen. Secara positif, mereka secepat mungkin mulai menggunakan bahasa daerah sebagai ganti bahasa Melayu. Beberapa bagian Alkitab mereka terjemahkan ke dalam bahasa daerah (1883, PB dalam logat Siau; 1942, PB dalam Bahasa Sangir), begitu pula Katekismus Heidelberg (1871), Perjalanan seorang Musafir karangan J. Bunyan, dan lain-lain.
[ Dr. Th. van den End, 2001, 145 ]
Dari: Alkitab di Tanah Hindia Belanda
Pada tahun 1880 seperdelapan populasi dari 80.000 orang telah dibaptis. Para misionaris mempublikasikan pilihan pada tahun 1872. Selanjutnya Injil Lukas diterbitkan oleh the National Bible Society of Scotland dan pada tahun 1883 Perjanjian Baru oleh the British and Foreign Bible Society. Kitab ini diterjemahkan oleh F. Kelling, yang anaknya melihat satu revisi dari bekas tugas ayahnya melalui cetakan pada tahun 1901. Kitab-kitab ini semua dalam bentuk Siaow dari Sanghi.
[ Rev. R Kilgour, D.D., 175 ]
Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Siau berawal dari perhatian Lembaga Alkitab Indonesia, untuk mendekatkan Firman TUHAN ke dalam kehidupan jemaat, terutama bagi umat Kristiani yang masih menggunakan secara khas bahasa ibu. Dalam sejarah Gereja di Sangihe Talaud di zaman Zending, dicatat pada tahun 1882, Pdt. A. Fredik Kelling, yang bekerja di Siau telah menerjemah Perjanjian Baru dalam bahasa Siau, dan pada tahun 1942 Nn. Clara Steller bersama tuan KGF Steller, juga telah menerjemahkan Perjanjian dalam bahasa Sangir (Sangihe) dialek Manganitu. Sayangnya kedua terjemahan PB dalam bahasa Siau dan bahasa Sangir itu kini sudah tidak ada lagi bekasnya. Selanjutnya setelah Badan Zending menyatakan pekerjaannya di Sangir–Talaud, kepada Gereja Masehi Injili Sangir-Talaud, kerinduan warga jemaat untuk memiliki Kitab Suci Alkitab dalam bahasa daerah sangat besar, apalagi setelah kemerdekaan Republik Indonesia, jangankan Alkitab bahasa daerah, Alkitab bahasa Melayu yang dipakai waktu itu pun dapat dihitung dengan jari orang yang memilikinya. Tidak heran para Penghentar Jemaat (Pendeta, Penolong Injil) yang masih bisa memberikan Firman dalam bahasa pergaulan sehari–hari, mereka harus menerjemahkannya langsung ayat–ayat kitab suci sebagai bahan renungan dan pemberitaan apabila mereka memimpin kebaktian–kebaktian. Di Sangir-Talaud yang dulunya masih satu kabupaten, yang seluruhnya menjadi wilayah pelayanan Gereja Masehi Injili Sangir-Talaud ( GMIST), terdapat 4 rumpun bahasa, yakni bahasa Sangir/Sangihe, Siau, Tagulandang, dan Talaud.
...
Dari segi teknis penerjemahan mengalami kesulitan dalam menerjemahkan kata–kata yang terkadang ada kata dalam bahasa sumber, tapi tidak ada dalam terjemahan bahasa penerima. Di samping itu juga belum terdapat kamus bahasa khusus bahasa Siau. Berbeda dengan bahasa Sangir, ada kamus Sangir–Belanda, tulisan E.T. Steller, Pendeta Zending di Manganitu (tahun 1857–1889). Karena itu banyak terdapat kata dalam bahasa Siau harus mengunakan bahasa terapan. Segi manajemen yang dihadapi oleh penerjemah itu kepada pembaca, sehingga harus memerlukan ketelitian, baik dalam menerjemahkan kata demi kata, ungkapan–ungkapan atau penulisan kata. Hal ini disebabkan karena bahasa Siau sampai sekarang belum memiliki aturan yang baku, sehingga yang dipakai dalam penulisan kata mengikuti petunjuk dalam Buku Pedoman Penerjemahan yang dikeluarkan oleh lembaga Alkitab Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.
Referensi:
- End, Dr. Th. van den. 2001. Ragi Carita 2. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta. Halaman 143-150.
- Kilgour, Rev. R, D.D. Alkitab di Tanah Hindia Belanda. Halaman 171-176.