Dari Sejarah Alkitab Indonesia
k (1 revisi) |
Revisi per 13:26, 20 Mei 2011
"Tak kenal maka tak sayang!" demikian kata orang. Hal ini juga berlaku dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu / Indonesia. Banyak orang menduga yang disebut Terjemahan Lama adalah terjemahan yang paling lama dan tertua, sedang Terjemahan Baru adalah terjemahan mutakhir dan yang paling baru. Kedua anggapan itu keliru. Marilah kita mempelajari selayang pandang sejarah penerjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu/Indonesia agar kita makin mengenal dan menyayangi terjemahan Alkitab yang kita miliki.
- Matius Terjemahan Ruyl
- Perjanjian Baru Terjemahan Brouwerious
- Alkitab Terjemahan Leijdecker
- Revisi Terjemahan Leijdecker
- Perjanjian Baru Terjemahan Klinkert
- Alkitab Terjemahan Klinkert
- Alkitab Terjemahan Shellabear
- Perjanjian Baru Bahasa Melayu Baba
- Perjanjian Baru Terjemahan Bode
- Terjemahan Alkitab dalam Masa Peralihan
- Perjanjian Baru Terjemahan Gereja Roma Katolik
- Alkitab Terjemahan Baru
- Alkitab Terjemahan Dinamis/Fungsional
- Parafrasa
- Kesimpulan
Bibliografi | |
Artikel ini diambil dari: |
F. Alkitab Terjemahan Klinkert
Menyadari sulitnya Alkitab terjemahan Leijdecker dipahami oleh khalayak ramai, Lembaga Alkitab Belanda (NBG) mencari seorang penerjemah Alkitab bahasa Melayu melalui sebuah iklan yang dimuat di Surat Kabar "Javasche Courant" pada tanggal 10 Oktober 1860. Tes yang harus ditempuhnya adalah menerjemahkan beberapa pasal dari Perjanjian Lama dan beberapa pasal dari Perjanjian Baru dalam aksara Latin dan aksara Arab. Pada tahun 1863, Lembaga Alkitab Belanda mengangkat H. C. Klinkert menjadi penerjemah Alkitab bahasa Melayu. Tetapi bahasa Melayu Klinket dianggap terlalu rendah, maka untuk memperbaikinya Klinkert pindah dan tinggal di antara penutur asli bahasa Melayu di Tanjung Pinang, Riau sejak tahun 1864. Kondisi perumahan dan kehidupan di sana sangat payah (rumah sewaannya tidak ada dapur, sumur atau jamban, serta sering kebanjiran), tetapi kesempatan memperbaiki bahasa sangat baik. Pembentukan bahasanya adalah penduduk setempat yang fasih berbahasa Melayu, antara lain seorang yang bernama Encik Mumin.
Karena gangguan kesehatan Klinkert kembali ke Belanda pada tahun 1867. Di sana istrinya meninggal dunia karena penyakit tuberculosis yaitu pada tahun 1870. Walau harus merawat tiga anak yang masih kecil-kecil, Klinkert terus berjuang menyelesaikan tugas penerjemahannya. Buku Matius diterbitkan pada tahun 1868. Perjanjian Barunya diterbitkan pada tahun 1870. Untuk menyegarkan penguasaan bahasa Melayunya, Klinkert pindah lagi ke Malaka selama 6 bulan antara tahun 1876-1877. Akhirnya Alkitab lengkap selesai pada tahun 1879 dan diterbitkan dalam huruf Latin oleh Lembaga Belanda (NBG). Klinkert yang kemudian bertugas sebagai dosen bahasa Melayu di negaranya, masih terlibat setiap kali diadakan revisi-revisi atas terjemahannya. Sejak tahun 1900 orang cenderung lebih suka membaca Alkitab terjemahan Klinkert daripada Alkitab terjemahan Leijdecker. Terjemahan Klinkert digemari khususnya di Minahasa karena bahasa Melayu dialek Minahasa sangat dominan dalam terjemahan ini. Sayang, dialek Minahasa ini justru kurang dipahami oleh penutur bahasa Melayu di Singapura dan Malaka.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Klinkert :
(6) |
"Bapa kami jang ada disorga, |
(Indjiloe' Ikoedoes jang tersoerat oleh Matioes - Kitaboe'koedoes i ja-itoe Segala Wasiat jang lama dan wasiat jang beharoe tersalin kapada behasa Melajoe, Nederlandsch Bijbelgenootschap, 1870, 1879, 1930 - terjemahan H. C. Klinkert dalam bahasa Melayu tinggi).