Sejarah Alkitab Indonesia

artikel/kanon dan apokrif.htm

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
(←Membuat halaman berisi '====Kanon==== # '''Artikata.'''<br> Kata "kanon" aselinja suatu kata Junani. Mula-mula kata itu berarti: gelagah sematjam tumbuhan. Batang gelagah dipakai untuk menguku...')
k (1 revisi)

Revisi per 08:59, 5 Mei 2011

Kanon

  1. Artikata.
    Kata "kanon" aselinja suatu kata Junani. Mula-mula kata itu berarti: gelagah sematjam tumbuhan. Batang gelagah dipakai untuk mengukur sesuatu. Kata "kanon" lalu mendapat arti: apa jang diukur dan chususnja: apa jang mengukur, pengukur, ukuran. Misalnja undang dapat dikatakan "kanon"; djuga apa jang ditetapkan dapat disebut demikian. Misalnya: bagian tetap dalam misa dinamakan "kanon". Kitab Sutji adalah "ukuran iman" keristen. Karena itu Kitab Sutji dikatakan "kanon iman". Tetapi Kitab Sutji jang mendjadi "ukuran iman" sendiri djuga ditetapkan. Hanja kitab-kitab tertentu sadjalah termasuk kedalam ukuran iman itu, jakni Kitab Sutji. Nah, djumlahnja kitab-kitab jang termasuk kedalam Kitab Sutji, atau "daftar kitab-kitab sutji" disebut djuga "kanon". Dengan demikian "kanon" sehubungan dengan Kitab Sutji berarti: Daftar kitab-kitab jang termasuk kedalam Kitab Sutji dan karenanja mendjadi ukuran iman. Istilah itu mulai dipakai semendjak abat IV Masehi.Wibawa resmi (geredjani) menetapkan kitab-kitab manakah termasuk kedalam Kitab Sutji. Dengan penetapan resmi sedemikian salah satu kitab mendjadi "kanonik", artinja: termasuk kedalam kanon Kitab Sutji. Penetapan dari pihak wibawa jang berwenang tidak membuat salah satu kitab mendjadi Kitab Sutji. Itu tergantung se-mata-mata pada inspirasi kitab itu. Tetap wibawa itu menerangkan bahwa kitab itu sungguh diinspirasikan dan karenanja oleh kaum beriman harus diakui djuga sebagai Kitab Sutji. Berkat penetapan jang berwibawa itu kaum beriman dengan pasti tahu kitab-kitab manakah sungguh Kitab Sutji.
  2. Sedjarah pembentukan Kanon
    Daftar Kitab-kitab Sutji tidak sekali djadi ditetapkan, melainkan lama kelamaan tumbuh dan terbentuk. Lain dari agama Islam, agama Perdjandjian Lama dan agama Keristen tidak bertumpu per-tama-tama pada sebuah kitab ilahi, melainkan pada sabda jang hidup dan tradisi iman. Kanon Perdjandjian Lama dan Kanon Perdjandjian Baru masing-masing mempunjai sedjarahnja sendiri.
    1. Kanon Perdjandjian Lama
      Tidak ada kepastian tentang kapan umat Israil mengakui salah satu kitab sebagai kitab ilahi jang berwenang. Tetapi sudah barang tentu sedjak dahulu kala sabda kenabian dan undang-undang dianggap berwenang ilahi, djuga apa bila tertulis. Dalam tahun 621/622 seb. Masehi diketemukan dalam Bait Allah di Jerusjalem suatu kitab (sebagian dari kitab Ulangtutur; bdk.2Raj. 22:2-10;2Taw. 34:3-12). Tetapi tidak djelas djugalah apakah kitab itu diakui kitab ilahi oleh seluruh umat. Sesudah pembuangan ada kitab Taurat Musa (th. 398 seb. Mas,; bdk. Ezr. 7:6,10; Neh. 8:1). Lama kelamaan kitab-kitab lain ditambahkan. Sekitar tahun 130 seb. Mas. kebanjakan kitab sudah ada (bdk. Putera Sirah: Prakata; ia membilang tiga kelompok kitab, jakni: Taurat Musa, Kitab-kitab kenabian dan "kitab-kitab lainnja"). Tetapi perkembangan belum selesai dan berlangsung terus. Sehubungan dengan beberapa kitab ada keraguan antara orang Jahudi. Mereka tidak sependapat sehubungan dengan djumlahnja kitab jang harus diterima. Sekitar tahun 0 kaum parisi menerima hanja kitab-kitab jang ditulis dengan bahasa Hibrani (sebagian Aram). Kaum Saduki mengakui Taurat Musa sadja sabagai kaidah (kelima kitab Musa). Kaum Jahudi jang memisahkan diri dari agama Jahudi resmi dan jang pusatnya di Qumran kiranja mengakui djuga beberapa karangan jang penting bagi mereka sendiri. Diluar Palestina chususnya di Iskandria, orang-orang Jahudi menerima sebagai Kitab Sutji beberapa buku jang dikarang dalam bahasa Junani atau hanja terpelihara dalam terdjemahan Junani. Achirnya diantara orang-orang Jahudi ada dua kanon, jakni satu jang diterima di Palestina dan jang lain di luar Palestina, diperantauan, chususnja di Iskandria. Kanon di Palestina itu ditetapkan oleh suatu rapat para rabbi di Jamnia pada tahun 100 Masehi. Hanja diterima kitab jang dikarang dan terpelihara dalam bahasa Hibrani (Aram). Jang lain, jakni jang tertulis dalam bahasa Junani atau terpelihara dalam terdjemahan sadja ditolak. Diterima sebagai Kitab Sutji: Taurat Musa (Lima kitab), Kitab Josjua, Hakim-hakim dengan kitab Rut, Kitab Sjemuel, Kitab Radja-radja, Kitab Tawarich, Kitab Esra/Nehemia, Kitab Ester, Kitab para nabi, jakni: Jesaja, Jeremia dengan Lagu-lagu Ratap, Jeheskiel Daniel dan XII nabi ketjil, Kitab Mazmur, Amsal, Ijob, Madah Adung, Pengchotbah. Djadi djumlahnja 35 (39 djika Kitab Sjemuel, Radja, Tawarich dan Esra/Nehemia dibagi mendjadi dua).Tetapi terdjemahan Junani Perdjandjian Lama, jaitu Septuaginta jang ber-angsur-angsur dibuat diluar Palestina antara tahun 300-100 seb Mas. memuat beberapa kitab lain lagi. Kitab-kitab tambahan itu lebih kurang diakui Kitab Sutji oleh orang Jahudi diperantauan dan mungkin oleh beberapa kalangan di Palestina djuga. Daftar Kitab Sutji itu lazimnja disebut "kanon Iskandria", oleh karena terutama dikota itu diterima. Kanon itu memuat disamping kitab-kitab dari kanon Palestina 7 (8) buah kitab lain, jakni: Tobit. Judit, Makabe I dan II, Kebidjaksanaan, Putera Sirah dan nabi Baruch (dengan Surat Jeremia). Maka kitab-kitab kanon ini berdjumlah 42 (43). Terdjemahan Junani itupun memuat dalam Kitab Daniel (Dan 3:24-90; 13-14) dan dalam Kitab Ester (Est 1:1a-r; 4:8a-b, 17a-z; 5:1a-b; 8:12a-v; 10:3a-l) beberapa bagian jang tidak terdapat dalam naskah Hibrani. Perbedaan tersebut antara kedua kanon itu djuga nampak dalam istilah jang biasanja dipakai. Kitab-kitab jang terdapat dalam kedua kanon itu disebut "proto-kanonik" dan kitab-kitab serta bagian jang hanja diketemukan dalam kanon Iskandria dinamakan "deutero-kanonik". Oleh kalangan Keristen jang tidak katolik kitab "deutero-kanonik" dinamakan "apokrif". Perbedaan pendapat diantara orang Jahudi tentang daftar kitab-kitab sutji beberapa lamanja berlangsung djuga diantara orang-orang Keristen. Pengarang-pengarang Perdjandjian Baru menggunakan terdjemahan Junani tersebut dengan daftar pandjangnja. Namun demikian mereka tidak menjadjikan dengan tegas suatu daftar lengkap dan tidak terang apakah mereka menganggap semua kitab (dari kanon Iskandria) sama berharga dengan kitab dari kanon Palestina. Orang Keristen disebelah Barat menerima kanon Iskandria itu. Tetapi disebelah Timur ada keraguan tentang kitab-kitab deutero-kanonik, terutama setelah kanon Palestina mulai diketahui. Lama-kelamaan anggapan Barat diterima umum dan ber-abat-abat lamanja kanon itu diterima diseluruh Geredja. tetapi didjaman reformasi keraguan muntjul kembali. Luther dan Calvinus lalu mengakui hanja kanon Palestina, pada hal Geredja Katolik dalam konsili di Trente (th 1546) setjara definitif meneguhkan kanon Iskandria. Maka itu hingga dewasa ini Geredja Katolik dan Geredja-geredja keristen lainnya berselisih pendapatnja sehubungan dengan kanon Kitab Sutji.
    2. Kanon Perdjandjian Baru
      Perdjandjian Baru belum (dapat) memberikan suatu daftar kitab-kitab dan karangan-karangan Perdjandjian Baru jang diinspirasikan. Hanya anggapan agama Jahudi diteguhkan bahwa ada Kitab ilahi jang berwibawa. Para pengarang dan Kristus sendiri menerima prinsip itu. Tetapi umat Keristen menerima disamping dan diatas wibawa Kitab Sutji itu wenang Kristus dan utusan-utusan-Nja, para Rasul. Para Rasul serta pembantunja langsung mengadjar dan memimpin umat. Lama-kelamaan dan disana-sini pengadjaran itu mulai djuga ditjantumkan dalam kitab-kitab dan karangan, jang ditulis rasul-rasul sendiri atau orang lain. Karangan-karangan itu disana-sini djuga dikumpulkan (bdk. 2Ptr 3:15), tetapi kumpulan itu tidak di-mana-mana sama. Tidak semua karangan diketahui disegala tempat. Sekitar tahun 170 Mas. di Roma ada suatu daftar jang sudah membilang semua kitab ketjuali surat kepada orang-orang Hibrani (Kanon Muratori). Dalam pada itu bertambahlah buku-buku jang menjebut dirinja "rasuli", djadi Kitab Sutji. Buku-buku itu, jang lazimnja dinamakan "apokrif" (atau pseud-epigrapha), kadang-kadang dikarang untuk memuaskan keinginan tahu kaum beriman, kadang-kadang hendak menjiarkan adjaran sesat atau membela adjaran benar. Untuk menghadap kekatjauan jang timbul maka Geredja mulai memikirkan dan mentapkan kitab-kitab manakah memuat adjaran Gereja rasuli dan karenanja mendjadi ukuran iman benar. Perdjuangan tjukup lama berlangsung dan tidak selalu gampang membedakan kitab-kitab jang sungguh-sungguh diinspirasikan. Akibatnja ialah: djuga kitab-kitab jang sungguh kitab sutji kadang-kadang sjahwasangka djuga. Kitab-kitab jang pernah diragukan ialah: Surat kepada orang-orang Hibrani, Surat 2Petrus, Surat Judas, Surat-surat 2 Johanes dan 3 Johanes dan Wahju Johanes. Kitab-kitab ini lazimnja disebut "deutero-kanonik" (lain artinja dari "deutero-kanonik" sehubungan dengan Perdjandjian lama). Tetapi achirnja ditetapkan daftar lengkap jang umum diterima. Daftar itu diteguhkan oleh konsili Trente. Sehubungan dengan Perdjandjian Baru Geredja Katolik sependapat dengan geredja-geredja Keristen lainnya.

Apokrif

"Apokrif" (dari kata Junani apokryphon, jang berarti: hal tersembunji) dinamakan kitab-kitab atau karangan-karangan jang rupa-rupanja kitab-kitab sutji tapi tidak diterima sebagai Kitab Sutji dan karenanja tidak termasuk kedalamnja. Ada amat banjak kitab apokrif sedemikian. Sebagian berhubungan dengan Perdjandjian Lama (karenanja disebut: apokrif-apokrif Perdjandjian Lama) dan sebagian berhubungan dengan Perdjandjian Baru. Sedjak abad kedua sebelum Masehi hingga abad keempat sesudah Masehi kitab-kitab itu dikarang dan amat laku sekali, baik dikalangan orang Jahudi maupun dikalangan orang-orang Keristen. Pengarang-pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui namanja. Biasanja kitab itu sendiri berkata ia dikarang oleh atau berhubungan dengan seorang tokoh dari Perdjandjian Lama atau dari Perdjandjian Baru, misalnja Jesaja, Musa, Henoch, Petrus, Thomas dll. Tidak djarang terdjadi bahwa apokrif-apokrif Perdjandjian Lama, karangan orang-orang Jahudi kemudian diambil alih oleh orang Keristen dan disadur seperlunja. Kebanjakan apokrif berasal dari kalangan atau bida'ah Jahudi tertentu atau dari matjam-matjam bida'ah Keristen. Perlu ditjatat kitab-kitab apokrif dalam peristilahan tidak katolik disebut "pseudepigrapha" dan "apokrif" disana berarti "deutero-kanonik". Dahulukala beberapa apokrif oleh salah satu pudjangga Geredja diterima sebagai Kitab Sutji dan disana-sini malah dibatjakan dalam ibadah geredjani. Beberapa lamanja karangan-karangan itu sungguh membahajakan iman murni. Apokrif Perdjandjian Lama jang terkenal ialah "Kitab Henoch", jang sesungguhnja terdiri atas beberapa karya lain dari djaman jang berlainan. Buku tersebut terpelihara dalam pelbagai terjemahan jang atjapkali amat berbeda. Jang paling lengkap ialah terdjemahan dalam bahasa Etiopia. "Wasiat keduabelas bapa bangsa". Karya itu memuat nubuat dan berkah jang diutjapkan keduabelas anak Jakub (mojang-mojang Israil) waktu meninggal. "Kitab Jubile", jaitu suatu karya jang menggambarkan sedjarah dunia dari awal mula hingga djaman. Sedjarah itu terbagi atas djangka-djangka waktu empatpuluh sembilan tahun (Jubile; karena itu nama karya itu), walaupun "tahun" itu bukan tahun biasa. "Kitab Makabe" 3 dan 4 dan "Kitab Esra" 3 dan 4. Karya itu kerapkali termuat dalam naskah Septuaginta dan Vulgata. Kedalam apokrif-apokrif Perdjandjian Lama boleh dimasukkan naskah-naskah jang berasal dari Qumran. Qumran itu letaknja dipantai Laut Asin dan sekitar tahun 0 Masehi mendjadi pusat suatu tarekat Jahudi jang memisahkan diri dari agama resmi dan sedikit banjak serupa dengan "Serikat Biarawan". Antara tahun 1947 dan 1956 banjak naskah-naskah jang berasal dari terekat itu diketemukan kembali di-gua-gua disekitar Qumran. Diantaranja ada naskah-naskah Kitab Perdjandjian Lama (lengkap atau potongan-potongan), apokrif-apokrif jang sudah diketahui dan beberapa apokrif jang baru. Antara lain suatu "Anggaran Dasar" tarekat itu; naskah jang menggambarkan perang antara "Anak-anak terang" (anggota-anggota tarekat itu) dan "Anak-anak kegelapan", musuh-musuhnja pada achir djaman, banjak lagu jang berupa mazmur; tafsir-tafsir atas Kitab Sutji Perdjandjian Lama, dll. Apokrif-apokrif Perdjandjian Lama dan chususnja naskah-naskah dari Qumran itu amat penting untuk mengetahui suasana rohani dan keagamaan dikalangan Jahudi didjaman Perdjandjian Baru. Latar belakang kehidupan Jesus dan Geredja rasuli mendjadi lebih terang. apokrif-apokrif Perdjandjian Baru ada amat banjak dan bermatjam ragam. Ada "Indjil menurut Orang-orang Hibrani", "Indjil Thomas", "Indjil Petrus", "Indjil Jakobus" jang membitjarakan masa muda Jesus dan amat mempengaruhi ikonografi keristen. Dikalangan Islam banjak dibitjarakan dan dibatja "Indjil Barnabas" jang dianggap Indjil Jesus jang aseli. Sesungguhnja "Indjil Barnabas" itu dikarang abad 15-16 Masehi oleh seorang Keristen jang masuk Islam dan bermaksud membuktikan bahwa Jesus menubuatkan kedatangan Muhammad. Ada djuga pelbagai "Kisah Rasul", "Surat-surat Rasul-rasul" dan "Wahju". Ditinjau dari sudut ilmu sedjarah apokrif-apokrif Perdjandjian Baru tidak ada nilai sedikitpun. Tapi karangan-karangan itu penting untuk mengetahui suasana rohani dan keagamaan diantara kaum Keristen, chususnja pelbagai bida'ah.