Sejarah Alkitab Indonesia

artikel/inspirasi.htm

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
(←Membuat halaman berisi 'Apa jang membuat Kitab Sutji mendjadi Kitab Sutji atau Kitab Allah ialah inspirasi. Kami mempertahankan istilah asing itu dan tidak menggantinja dengan "ilham" atau "wahj...')
k (1 revisi)

Revisi per 08:59, 5 Mei 2011

Apa jang membuat Kitab Sutji mendjadi Kitab Sutji atau Kitab Allah ialah inspirasi. Kami mempertahankan istilah asing itu dan tidak menggantinja dengan "ilham" atau "wahju". Kedua kata ini dalam peristilahan agama Islam sama sekali lain artinja dari istilah "inspirasi" dalam peristilahan agama keristen sehubungan dengan Kitab Sutji. "Ilham" adalah pengaruh (dorongan, penerangan) jang dapat diberikan Allah kepada sembarangan orang jang dikehendakiNja. Wahju adalah anugerah chusus para nabi-rasul jang menerima Kitab dari Tuhan. Kitab itu diwahjukan kepada mereka dan kitab itu adalah wahju jang diterima mereka. Dari situ istilah: Kuran diturunkan kepada nabi Muhammad.

Tetapi menurut paham keristen Kitab Sutji bukanlah kitab jang ber-angsur-angsur diturunkan kepada manusia (nabi) tertentu jang lalu setjara mekanis membawakan wahju itu jang achirnja (oleh orang lain) ditjatat. Sedikit serupa dengan "wahju" sedemikian ialah "inspirasi kenabian". Nabi dengan sadar (pabila mereka berlaku sebagai nabi) menerima firman Allah jang dibawakannja dan kemudian ditjatat dalam salah satu kitab. Tetapi inspirasi kenabian tersebut tidak sama dengan inspirasi alkitabiah. Memang adakalanja kedua kurnia bertemu dalam satu orang, jaitu apabila seorang nabi (misalnja Habakuk) menulis sendiri nubuat-nubuatnja. Tetapi biasanja kedua kurnia itu terpisah satu sama lain.

Inspirasi jang dimaksudkan disini ialah inspirasi untuk menulis, mengarang suatu (beberapa) kitab, surat, sadjak dan lain sebagainja. Tak perlu si pengarang sendiri tahu akan inspirasi itu - seperti seorang nabi dengan sadar menerima firman Allah. Inspirasi karenanja sama sekali tidak berarti, bahwa Allah seolah-olah mendiktekan kitab kepada seorang penulis, jang hanja mentjatat atau menulis apa jang didiktekan itu. Si pengarang bekerdja seperti setiap manusia jang menulis suatu karangan. Ia mengumpulkan bahannja, dari orang lain, dari dokumen-dokumen, dari pengalaman sendiri, dari pemikirannja sendiri. Bahan itu disaring, dinilaikan dan disusunnja dengan menggunakan segala daja dan kemampuan jang perlu: kemauan, daja pikir, daja chajal, daja seni dan lain-lainnja, dan achirnja daja-daja djasmaniah djuga (boleh djuga ia mendiktekan bahannja kepada seorang penulis jang mentjatat perkataan-perkataan itu). Djadi tjara kerdja pengarang sutji tidak lain dari tjara kerdja sembarangan pengarang. Semua daja insani tersebut tidak dirobah sedikitpun oleh inspirasi, melainkan tetap tinggal sebagaimana adanja. Itupun sebabnja maka ada perbedaan besar antara masing-masing pengarang jang menghasilkan Kitab Sutji. Ada kitab jang bermutu tinggi dalam hal pikiran, kesenian dan bahasa. Tetapi ada djuga karya jang dangkal pikirannja, rendah mutu keseniannja dan buruk bahasanja. Keindahan sastera dalam pernilaian Kitab Sutji sebagai kitab Allah tidak memegang peranan sedikitpun. (Ingat akan pandangan kaum muslimin tentang Kur'an dan keindahan literernja).

Inspirasi jang membuat buku insani djadi Kitab Allah ialah pengaruh ilahi (Roh Kudus) jang merangkum seluruh aktivitas pengarang insani jang disebut diatas ini. Semua terpengaruh dan itupun sedemikian rupa, sehingga hasil aktivitas itu seluruhnja karya manusia tertentu dan karya Allah. Maka itu Kitab Sutji adalah sekaligus buku insani dan Kitab ilahi. Segala-galanja jang ada didalamnja berasal dari manusia jang menulis dan dari Allah jang menginspirasikan. Dan pengaruh ilahi itu bekerdja didalam dan lewat aktivitas insani dan tidak disampingnja. Tidak demikian halnja se-olah-olah manusia dikemudikan oleh Allah sehingga ia tidak bebas lagi. Si pengarang tetap manusia bebas jang sendiri bekerdja tapi malah kebebasan itu terpengaruh oleh Allah tanpa dimatikan olehNja.

Memang manusia itu menulis hanja apa jang dimaksudkan oleh Tuhan, supaja ditulis olehnja. Tapi demikian kebebasannja belum hilang. Sebab pengarang sutji selalu orang jang beriman dan menulis seturut imannja. Iman itu memang dipimpin oleh Allah seperti iman kita dipimpin oleh Tuhan. Dalam imannja si pengarang sutji tidak sesat djalan. Djustru karena itu ia dipilih oleh Allah djadi pengarang sutji. Iman si pengarang ialah iman umat jang dia mendjadi anggotanja, sekalipun pada dia iman itu sungguh-sungguh hidup dan memuntjak. Itu tidak berarti, bahwa pengarang sutji diberikan pengetahuan baru (kalau demikian ia mendapat wahju), sekalipun memang ada mungkin djuga. Tetapi kalau demikian ia tidak bertindak lagi sebagai pengarang sutji sadja, tapi sekaligus sebagai nabi. Kurnia inspirasi memang suatu kurnia pribadi, tetapi dianugerahkan demi untuk umat jang beriman. Si pengarang diinspirasikan untuk memberikan kesaksian tentang iman umat dan untuk memadjukan serta memelihara iman umat itu. Pengarang sutji selalu berurat-berakar dalam umat jang beriman. Allah jang memimpin iman seluruh umat memimpin umat itu antara lain oleh pengarang-pengarang sutji jang diinspirasikanNja dengan maksud itu.

Dalam hal itu pengarang sutji agak serupa sedikit dengan nabi. Diatas diperbedakan kurnia kenabian dan kurnia inspirasi dan inspirasi dibedakan dengan wahju. Tetapi ada kesamaan djuga. Dengan imannja pengarang sutji memberikan keterangan tentang sedjarah dan tjiptaan seperti seorang nabi memberikan keterangannja berkat firman Allah jang diterimanja. Keterangan jang diberikan oleh pengarang sutji diberikan djuga oleh Allah jaitu berkat inspirasi. Maka keterangan itu adalah ilahi djuga, sehingga untuk orang lain jang membatja atau mendengar keterangan itu sungguh mendjadi wahju ilahi. Wahju itu lalu bersama dengan peristiwa-peristiwa jang diterangkan olehnja mendjadi pernjataan ilahi sepenuh-penuhnja. Tetapi untuk si pengarang keterangan itu adalah hasil imannja serta pemikirannja sendiri berdasarkan iman (umat) itu.

Pada gilirannja iman (umat) itu memang bertumpu pada wahju dahulu jang diolah dan dipikirkan. Memang ada mungkin dan kiranja terdjadi djuga, bahwa pengarang sutji memberikan kesaksian tentang iman umat jang belum ditangkapnja sendiri seluruhnja. Maka itu ada mungkin bahwa ia menulis sesuatu jang seluruh isinja baru kemudian mendjadi djelas, akibatnja pikiran-pikiran baru atau malah wahju baru. Pikiran dan wahju baru itu lalu menampilkan apa jang tersembunji dalam apa jang dahulu sudah ditulis.

Kurnia inspirasi diberikan sekurang-kurangnja kepada pengarang/penjusun kitab tertentu dalam bentuknja jang terachir. Artinja inspirasi mengenai naskah aseli jang diterbitkan oleh pengarang/penjusun kitab, sebagaimana diakui oleh umat beriman. Djadi inspirasi tidak mengenai salinan naskah aseli maupun terdjemahannja. Memang salinan-salinan harus dikatakan "diispirasikan", pabila dan sedjauh sesuai dengan naskah aseli. Tetapi inspirasi tidak mendjamin sama sekali, bahwa salinan-salinan itu tepat dan tjotjok. Dan pada kenjataanpun sepandjang masa salinan-salinan Kitab Sutji mengalami nasib sama dengan nasib semua buku insani. Djadi ada kekeliruan, salah tulis, perubahan, tambahan dan ada bagian jang ditinggalkan. Semua hal ini tidak kena oleh inspirasi dan tidak didjamin oleh Tuhan. Demikianpun halnja dengan terdjemahan. Terdjemahan-terdjemahan tidak langsung diinspirasikan. Boleh dikatakan "diinspirasikan" menurut isinja, djika dan sedjauh terdjemahan itu tepat dan sesuai dengan naskah aselinja. Tetapi tepatnja tidak terdjamin sama sekali. Mungkin harus diketjualikan terdjemahan Junani kuno (Septuaginta). Terdjemahan ini dibuat didjaman sebelum Perdjandjian Baru, djadi didjaman pernjataan ilahi belum selesai. Dibuat oleh umat beriman (Israil) diluar Palestina. Terdjemahan itu mentjerminkan iman umat itu dalam perkembangan jang masih dialaminja setelah teks aseli Kitab Sutji (Hibrani) selesai disusun. Ternjata antara terdjemahan Septuaginta dan teks Hibraninja ada perbedaan-perbedaan jang kadang-kadang tidak ketjil dan disana-sini kemadjuan iman umat kentara sekali. Tambah lagi para pengarang Perdjandjian Baru menggunakan terdjemahan tadi sebagai Kitab Sutji, djuga bagian-bagiannja jang berbeda dengan teks aselinja. Lagipula ada beberapa kitab jang diakui sebagai Kitab Sutji tapi hanja terpelihara (seluruhnja) dalam terdjemahan Junani sadja. Maka itu beberapa ahli berpendapat, bahwa terdjemahan Junani (Septuaginta) itu langsung diinspirasikan. Bahkan ada jang mengatakan: Kitab Sutji itulah Kitab Sutji keristen jang utama. Kitab Sutji Hibrani sesungguhnja bagi orang keristen kurang penting. Pendapat terachir ini kiranja melampaui batas jang wadjar.

Masih tinggal satu masalah jang tjukup penting tapi ruwet sekali. Kebanjakan kitab dari Perdjandjian Lama (dan salah satu dari Perdjandjian Baru) bukan tjiptaan salah seorang tertentu dan tidak pula sekali djadi dikarang. Tidak djarang kitab-kitab tersusun dari dokumen-dokumen jang sudah tersedia dan sebelum selesai beberapa kitab lama kelamaan tumbuh dan bagian-bagian baru ditambahkan kepada jang aseli dan jang sudah ada dirubah seperlunja. Bagaimana halnja dengan inspirasi? Sudah dikatakan: pastilah kitab dalam bentuknja jang terachir diinspirasikan seluruhnja. Tetapi boleh (harus) diterima bahwa djuga dalam bertumbuhnja tidak terlepas sama sekali dari inspirasi. Aktivitas jang achirnja menghasilkan kitab Sutji ada beberapa tingkatnja. Dapat djadi, bahwa salah satu dokumen jang sudah ada (tertulis atau lisan) begitu sadja diambil alih sebagaimana adanja. Pengarang sutji (kiranja lebih tepat disini: umat beriman) mengerti bahwa dokumen itu tepat mentjerminkan iman umat. Karenanja diambil alih. Kalau demikian maka inspirasi (jang disini kiranja harus dikatakan kurnia umat seluruhnja dan bukan kurnia salah seorang) hanja menjangkut pengesahan dan pengakuan sedemikian, jang merobah sama sekali status dokumen itu. Demikian kiranja terdjadi dengan Madah Agung. Mungkin djuga salah satu dokumen jang sudah ada diberi makna baru dan/atau dirobah seperlunja. Maka aktivitas itu adalah diinspirasikan. Ada mungkin pula pelbagai dokumen digabung dan disadur seperlunja. Kalau demikian seluruh pekerdjaan itu terpengaruh oleh inspirasi. Achirnja ada kemungkinan salah seorang langsung mentjiptakan karyanja jang aseli sama sekali. Dalam hal ini seluruh pekerdjaannja itu diinspirasikan. Tetapi setelah karya-karya (bagaimanapun djuga djadinja) selesai dan mentjerminkan taraf perkembangan iman pada waktu tertentu, iman itu lalu mengalami perkembangan dan kemadjuan lagi. Maka karya jang sudah ada diadaptasikan dan disesuaikan dengan perkembangan dan kemadjuan lebih landjut itu. Pekerdjaan adaptasi dan penjesuaian itupun diinspirasikan hingga bentuk kitab jang terachir.

Demikian kiranja Kitab Sutji dipimpin dan dilindungi oleh inspirasi ilahi tidak hanja dalam tahapan penjelesaiannja, tetapi djuga dalam taraf-taraf jang mendahului bentuknja jang terachir.

Apa jang dikatakan diatas ini tentang gedjala inspirasi kiranja tjukup menjatakan betapa madjemuk dan ruwet gedjala itu. Inspirasi tidak selalu dan dimana-mana menjangkut hal-hal jang sama dan tidak pada semua pengarang sutji pengaruhnja satu dan sama sadja. Tetapi hasilnja jang terachir selalu sama, jakni buku insani itu atau ini seluruhnja mendjadi Kitab ilahi, Kitab Sutji. Djustru inspirasilah jang merubah martabat dan harkatnja dari manusiawi belaka mendjadi ilahi djuga.