Dari Sejarah Alkitab Indonesia
Baris 81: | Baris 81: | ||
|} | |} | ||
{{top}} | {{top}} | ||
+ | {{DISPLAYTITLE:LAI, 49 Tahun Mengukir Karya}} |
Revisi per 11:02, 27 Juni 2011
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) didirikan tanggal 9 Februari 1954 atas prakarsa beberapa tokoh gereja dan masyarakat, yaitu Dr TSG Mulia, Ds MK Tjakraatmadja. Ds Pouw Ie Gwan, Dsi PD Latuihamallo, Ds R. Saptojo Judokusumo, Willem AEZ Makaliwe, E. Katoppo, Mr Giok Pwee Khouw, Ny Tjitjih Leimena.
Tokoh-tokoh itu yang merupakan representasi dari berbagai gereja menandatangani akte pendirian Yayasan LAI sebagai tanda kelahiran LAI tanggal 9 Februari 1954. Itu tidak berarti prosesnya baru terjadi pada tahun 1954. Dari penelusuran historis, upaya untuk mendirikan LAI telah dimulai sejak tahun 1951.
Dapat dikatakan, adanya cabang British and Foreign Society yang bekerja di Indonesia sejak tahun 1814, pekerjaan Lembaga Alkitab Indonesia bahkan sudah dimulai. Sebagaimana dicatat dalam sejarah, pelayanan lembaga tersebut tahun 1916 diteruskan oleh Lembaga Alkitab Belanda, yaitu Oost Indische Bijbel Genootschap.
Dengan berdirinya LAI, 9 Februari 1954, pelayanan di bidang pengadaan Alkitab bagi umat Kristen di Indonesia memasuki era baru. Dengan demikian, ada lembaga yang secara khusus bertangung jawab dalam hal penerjemahan, penerbitan, dan penyebaran Alkitab. Kondisi ini makin diperkuat dengan diterimanya LAI sebagai anggota penuh United Bible Societies (UBS), organisasi Lembaga Alkitab Internasional pada September 1954.
Ciri yang menonjol dari pelayanan LAI adalah bahwa lembaga ini melayani semua umat Kristen Indonesia, yaitu umat Protestan dan Katolik, tanpa memandang aliran denominasi gereja. Alkitab yang diproduksi LAI memiliki "keabsahan untuk dipergunakan di semua lingkungan serta aliran gereja tersebut.
Dari segi penerjemahan, LAI berpegang teguh pada rumusan Anggaran Dasarnya bahwa Alkitab dan bagian-bagiannya diterjemahkan dalam berbagai bahasa dengan seefektif mungkin dan dalam penerbitan yang tidak mengandung catatan-catatan doktrinal.
Dalam rangka pelaksanaan program pelayanan yang terarah bagi seluruh warga gereja dan masyarakat luas. LAI mengembangkan kerja sama dengan lembaga-lembaga oikoumenis di arah nasional, seperti Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia, Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia, Persekutuan Injili Indonesia, Bala Keselamatan: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Persekutuan Baptis Indonesia, juga dengan instansi Pemerintah yang terkait.
Peranan lembaga-lembaga oikoumenis itu tampak antara lain dalam kehadiran utusan mereka di kepengurusan yayasan serta perangkat- perangkat keorganisasian LAI lainnya. Pelayanan LAI berdimensi oikoumenis, dalam arti LAI melayani seluruh umat Kristiani tanpa membedakan latarbelakang gereja.
Misioner dalam arti bahwa LAI menerjemahkan, menerbitkan, serta menyebarkan Kitab Suci yang di dalamnya berisi ajaran Kristiani untuk memandu umat dalam mengkomunikasikan berita kesukaan secara luas. Ciri pelayanan yang oikoumenis-misioner ini menjadi ciri unik dan spesifik dari LAI. Di sini pula letak kekuatan peranan LAI untuk tampil memainkan peran sebagai wahana perwujudan keesaan gereja di Indonesia.
Arah Program
Program pelayanan LAI dalam kurun waktu 1989-2003 telah dirumuskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Program (GBHP). GBHP itu menegaskan wawasan pelayanan LAI bertitik tolak dari pemahaman bahwa wilayah Indonesia merupakan satu wilayah pelayanan, bahkan seluruh dunia merupakan satu wilayah pelayanan bersama dan Persekutuan Lembaga Alkitab Sedunia.
Wawasan itu bertumpu pada sikap untuk menyebarluaskan Alkitab yang dalam berbagai bentuk, model, dan cara, sebagai konkretisasi tugas pokok LAI: menerjemahkan, memproduksi, menyebarluaskan, dan mengusahakan agar setiap orang menggunakan Alkitab.
Dalam konteks pemahaman itu, fungsi LAI tidak hanya terbatas sebagai badan penerbit, tapi sebuah lembaga yang misioner dan berdimensi evangelistik-nondenominasional. Pemahaman diri seperti itu inheren dengan tugas panggilan LAI, yaitu memberitakan Injil kepada semua makhluk (Markus 16:15); menampakkan keesaan gereja sebagai tubuh Kristus dengan rupa-rupa karunia, tetapi satu roh (I Korintus 12:14); melayani dalam kasih (Markus 5:45, Lukas 4:18,Lukas 10:25-37, Yohanes 15:16).
Dalam melaksanakan panggilannya, LAI harus bersikap waspada, kreatif, kritis, partisipatif, dan inovatif terhadap tantangan-tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia di satu pihak, dan tantangan-tantangan yang dihadapi gereja, baik nasional maupun mondial di pihak lain.
Tugas Strategis
Tritugas LAI yang amat penting dan strategis dalam konteks kehidupan gereja-gereja di Indonesia adalah menerjemahkan, menerbitkan, dan menyebarkan Alkitab. Tritugas ini dirumuskan dengan amat jelas dalam Anggaran Dasar LAI.
Sebab itu, tugas tersebut tidak bisa diserahkan kepada lembaga- lembaga yang lain apapun alasannya. Penerjemahan itu menjadi hal yang amat penting dalam konteks kemajemukan bahasa-bahasa di dunia, sebab itu memiliki 3 landasan utama.
Pertama, dasar penerjemahan Alkitab yang pertama dan terutama adalah penerjemahan Allah menjadi manusia yang telah memberi satu teladan sebagaimana Sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara manusia (Yoh 1:14). Sang Sabda telah datang dan menyatakan diri dalam keadaan manusia secara total dan masuk dalam situasi manusia seutuhnya, yaitu dalam bahasa dan kebudayaan orang-orang yang dikunjungi dan dilayani- Nya (lihat juga Filipi 2:7).
Jadi komunikasi keselamatan Allah kepada manusia, bukanlah dalam bahasa surgawi atau bahasa malaikat, tetapi dengan bahasa dan kebudayaan manusia tatkala sang Sabda tinggal bertemu, menyapa, menegur, mengenal, melayani, serta menyelamatkan.
Kedua, pada Hari Pentakosta yang pertama (Kis 2:1-13) telah digariskan pola utama bagaimana kabar keselamatan dari Allah disampaikan dalam berbagai bahasa dan budaya.
Kehadiran kuasa Allah memuat pesan yang dinyatakan melalui kemampuan berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Dengan kata lain, kabar baik dari Allah diberitakan kepada semua orang sesuai dengan bahasa yang mereka pakai ditempat asal masing-masing.
Hal ini sangat menarik karena semua bahasa yang dipakai oleh suku- suku dan bangsa-bangsa di dunia purba saat itu terwakili! Itulah sebabnya, kabar kesukaan harus disampaikan kepada semua bangsa dan dalam berbagai bahasa.
Ketiga, berhubungan dengan janji dalam Alkitab yang memberikan pengharapan bahwa kelak setiap orang akan memuji dan memuliakan Tuhan Allah dalam bahasanya masing-masing (Roma. 14:1).
Di Indonesia penerjemahan Alkitab memiliki akar sejarah yang panjang karena Injil Matius yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Albert Crornelisz Ruyl (1629) merupakan pertama kalinya suatu bagian Alkitab diterjemahkan ke dalam satu bahasa yang bukan bahasa Eropa. Peristiwa bersejarah ini dicatat oleh Lembaga Alkitab Inggris dan Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia sebagai berikut:
"Injil Matius pertama dalam bahasa Melayu yang dicetak pada tahun 1629 merupakan peristiwa penting, sebab inilah terjemahan dan terbitan bagian Alkitab yang pertama dalam bahasa non-Eropa untuk kepentingan penginjilan".
Karya Ruyl yang langka ini sekarang disimpan di Wurttenbergische Landeshibliothck di Stuttgart, Jerman dan British Museum di London, Inggris. Pada bagian akhir dari terbitan ini dimuat juga Sepuluh Perintah Allah, Nyanyian Zakharia, Nyanyian Malaikat, Nyanyian Maria, Nyanyian Simeon, Pengakuan Iman Rasuli, beberapa petikan Mazmur, Doa Bapa Kami, dan beberapa doa lain.
Terjemahan
Seperti disepakati pada Sidang Raya Persekutuan Lembaga-Lembaga Alkitab Sedunia (UBS) di Mississauga, Ontario, Kanada, pada tanggal 26 September - 3 Oktober 1996, bahwa lembaga-lembaga Alkitab bekerja sama dengan badan-badan Kristiani lainnya memprogramkan agar pada tahun 2010 tersedia:
Terjemahan Alkitab lengkap dalam bahasa yang mudah dipahami bagi bahasa yang penuturnya lebih dari 500.000 orang.
Terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa yang mudah dipahami bagi bahasa yang penuturan lebih dari 250.000 orang.
Terjemahan salah satu bukti dari Alkitab dalam bahasa yang mudah dipahami bagi bahasa yang penuturnya lebih dari 100.000 orang.
Penerjemahan Alkitab ke dalam daerah itu sangat penting artinya untuk memperluas jaringan pembacaa Kitab Suci sehingga kabar suka cita itu dapat dipahami dengan lebih baik oleh para pembaca dari daerah-daerah tersebut. Pada tahun 2002 telah diterbitkan Alkitab dalam bahasa daerah Tobelo, Banggai, Saluan dan untuk Perjanjian Baru bahasa Siau, Bima, Galela.
Hal yang sangat mendasar untuk digarisbawahi dalam penerjemahan ke dalam bahasa daerah itu adalah wawasan dan pemahaman yang luas dari masyarakat untuk melihat bahasa sebagai alat komunikasi antarmanusia yang absah dipakai olah siapapun. Tak boleh ada pemahaman bahwa Alkitab tidak layak diterjemahkan ke suatu bahasa daerah karena bahasa daerah tersebut dianggap hanya dipakai oleh suatu kelompok agama tertentu saja.
Dalam rangka mengembangkan progam-program LAI ke masa depan, khususnya dalam mengantisipasi berbagai perubahan dalam era industrialisasi yang maju dan modern, LAI memodernisasi gedung serta alat-alat percetakannya, memperbesar program penerjemahan serta mencari bentuk-bentuk pelayanan yang baru yang lebih memopulerkan isi Alkitab kepada masyarakat luas, termasuk penyediaan Alkitab melalui penggunaan teknologi informasi.
Lembaga Alkitab Indonesia dalam usia 49 tahun akan terus mengukir karya terbaik bagi Umat Kristen Indonesia, bahkan bagi masyarakat dan bangsa. Sebagai penyedia Alkitab, "pasar" yang dihadapi LAI tidak akan pernah berubah, bahkan akan terus bertambah. Konteks Indonesia dengan kereligiusan masyarakat yang kuat adalah konteks yang dinamik sekaligus terbuka dan akomodatif terhadap produk-produk LAI.
Peringatan ulang tahun ke-49 LAI harus mendorong gereja-gereja dan umat Kristen makin menyatukan potensi agar sumber daya dan dana pelayanan LAI lebih terkonsolidasi seingga mampu membantu LAI dalam pelaksanaan programnya.
Gereja-gereja amat menyadari bahwa di Indonesia hanya LAI satu- satunya lembaga yang terjemahannya didukung dan diakui oleh umat Protestan dan Katolik serta oleh berbagai denominasi sehingga hanya Alkitab terjemahan LAI yang dipakai dalam pelayanan gereja-gereja di Indonesia.
Gereja-gereja, masyarakat, dan bangsa Indonesia selama 49 tahun telah merasakan betapa pentingnya pelayanan yang dilakukan oleh lembaga Alkitab Indonesia. Madah syukur dan pujian kepada Tuhan layak dikidungkan menapaki hari-hari di masa depan, seiring dengan itu peningkatan pelayanan akan menjadi komitmen LAI bagi gereja dan Masyarakat Indonesia!
Artikel ini diambil dari: |