Dari Sejarah Alkitab Indonesia
Baris 53: | Baris 53: | ||
<noinclude>{{Alkitab: Dari Mana Datangnya?|footer}} | <noinclude>{{Alkitab: Dari Mana Datangnya?|footer}} | ||
+ | {{DISPLAYTITLE:Alkitab: Sepanjang Masa Depan}}</noinclude> |
Revisi per 12:48, 28 Juni 2011
Daftar isi |
Mengapa perlu ada terjemahan baru?
Mengapa tidak cukup kalau kita masih tetap membaca Alkitab versi lama? Ada dua alasan utama mengapa perlu ada orang-orang Kristen yang bekerja terus untuk mengerjakan terjemahan-terjemahan baru dari Firman Tuhan:
Naskah Lama, Terjemahan Baru
Para ahli purbakala terus menemukan naskah-naskah kuno dari Kitab Suci. Konon, naskah yang paling dekat pada waktu penulisan asli, mungkin sekali paling jitu penyalinannya. Juga, ada penemuan barang-barang peninggalan purbakala--patung, ukiran, senjata, alat rumah tangga-- yang turut menjelaskan isi dan arti Alkitab.
A. C. Ruyl pertama-tama menterjemahkan sebagian dari Alkitab ke dalam bahasa Melayu pada tahun 1612. Baru duabelas tahun kemudian, tahun 1624, salah satu naskah Alkitab yang paling tua dan paling lengkap, untuk pertama kali diserahkan kepada para sarjana untuk diselidiki. Jadi, Ruyl mustahil menggunakan naskah kuno yang berharga itu sebagai dasar terjemahannya.
Contoh-contoh lain dapat diperbanyak. Melchior Leydekker menterjemahkan seluruh Alkitab pada tahun 1691-1701. Tetapi salah satu naskah Alkitab yang paling kuno, baru didapatkan pada tahun 1844 oleh seorang sarjana bahasa yang bernama Constantine Tischendorf. (Cerita penemuannya menarik sekali, karena naskah itu nyaris terbawa saja dengan sampah yang dibuang dari sebuah biara di Bukit Sinai!) Jadi, Leydekker tidak sempat memakai naskah kuno itu dalam mengerjakan terjemahannya.
Bahkan sejak masa kemerdekaan, masih ada penemuan naskah-naskah kuno. Di halaman 9 dari buku ini, telah diceritakan tentang Gulungan-Gulungan Laut Mati, yang baru diketemukan pada tahun 1947.
Jadi, jika dilihat dari satu sudut, boleh dikatakan bahwa terjemahan yang paling baru, sesungguhnya merupakan Alkitab yang paling lama. Sebab versi terbaru itu berdasarkan naskah-naskah tertua, yang paling dekat pada waktu penulisan asli. Itulah satu alasan mengapa kita masih memerlukan teru terjemahan-terjemahan baru dari Firman Allah.
Bahasa Berkembang Terus
Alasan utama yang kedua berhubungan dengan perkembangan bahasa. Bagaimanakah kalau kita pada abad ke20 masih berusaha membaca terjemahan A. C. Ruyl? (Contoh-contoh dari terjemahan abad ke17 itu terdapat pada halaman 18-19 dan 52). Anehnya, di kalangan orang yang berbahasa Inggris, masih banyak pembaca Alkitab yang hendak mempertahankan sebuah terjemahan dari tahun 1611--jadi, satu tahun lebih kuno lagi daripada hasil karya Ruyl. Tidaklah mengherankan bahwa mereka sering salah paham akan isi Kitab Suci, atau tidak mau lagi membacanya karena terlalu sukar!
Bahasa selalu berkembang terus. Salah satu terjemahan dari abad ke17 menyatakan dalam Matius 5:8 bahwa orang yang suci hatinya akan "menantang" Allah. Tentu saja kata itu dapat diartikan "menghadap" Allah, atau "berdiri bertentangan dengan" Allah itu berarti melawan Dia!
Contoh lain, dari sebuah terjemahan yang bahkan dihasilkan dalam abad ke20 ini: Matius 10:8 menganjurkan, "Karena dengan percuma kamu dapat berikanlah juga dengan percuma." Artinya, "dengan cuma-cuma, tanpa bayaran." Tetapi pembaca biasanya masa kini pasti akan memikirkan, "secara sia-sia, tanpa gunanya"!
Jadi, hingga kini dan selanjutnya ada keperluan besar untuk sarjana Alkitab dan sarjana bahasa, yang akan terus bekerja keras agar umat manusia dapat membaca Firman Allah dengan penuh pengertian.
Tugas yang Belum Selesai
Walaupun sudah ada seluruh Alkitab atau sebagiannya dalam 1.600 lebih dari bahasa-bahasa dunia, sesungguhnya tugas terjemahan itu belum selesai. Masih banyak orang yang belum sempat membaca Firman Allah dalam bahasa mereka sendiri. Masih banyak versi kuno yang perlu diganti oleh terjemahan yang lebih cocok dengan zaman sekarang.
Di samping tugas terjemahan, masih ada juga tugas-tugas lain yang belum selesai, jikalau Firman Allah akan dibaca oleh semua orang. Alkitab harus dicetak, dijilid, diedarkan. Dan kadang-kadang pekerjaan itu harus dilakukan secara khusus.
Pada bulan Maret tahun 1978, orang-orang Kristen di Wyata Guna, sebuah lembaga orang tuna netra di Bandung, merasa gembira sekali. Mengapa? Karena mereka baru menerima 50 Kitab Injil Markus yang dicetak dalam huruf Braille, yaitu sistim titik-titik menonjol yang dapat diraba.
Sesungguhnya, sudah ada pada mereka Alkitab Braille yang lengkap. Sayang, Alkitab itu dalam bahasa Belanda. Jadi, mereka sungguh girang karena sekarang mereka dapat membaca Firman Allah untuk diri sendiri--bukan dengan mata, melainkan dengan jari. Tidak usah mereka mengharapkan orang lain akan membacakannya untuk mereka. Akan tetapi ... yang ada pada mereka dalam bahasa mereka sendiri, hanya satu kitab saja. Mereka masih menunggu ke65 kitab lainnya.
Dalam terbitan Berita LAI edisi Januari 1978, Lembaga Alkitab Indonesia melaporkan jumlah peredaran Alkitab dan Kitab Perjanjian Baru, termasuk bagian-bagian dan kutipan kutipannya. Jumlah itu selama tahun 1977 hampir mencapai 33 juta. Namun dalam hal ini pun, masih ada tugas yang belum selesai.
Menurut laporan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 1977, hanya ada Alkitab atau sebagiannya dalam kurang lebih 60 dari 500 bahasa di tanah air kita. Ada proyek-proyek terjemahan yang sedang diselenggarakan dalam kira-kira 40 bahasa lagi, termasuk 26 bahasa di Irian Jaya. Kebanyakan dari usaha yang sedang di tengah jalan ini bertujuan menghasilkan terjemahan sederhana, yang mirip dengan Kabar Baik Untuk Masa Kini.
"FirmanMu Memberi Terang"
Di pedalaman Irian, pada bulan Desember tahun 1973 ada suatu upacara yang lain daripada yang lain. Dua ribu orang berkumpul di pinggir Sungai Baiyer. Ada yang sudah sehari-hari lamanya berjalan melalui hutan rimba. Mereka semua adalah umat Kristen dari suku Kyaka, yang hendak merayakan terbitnya Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa mereka sendiri.
Perayaan itu berbentuk semacam sandiwara. Dalam babak pertama muncul banyak tentara suku Kyaka. Muka dan tubuh mereka dicat; pakaian mereka dihiasi bulu burung. Dengan tombak dan panah mereka pura-pura berperang. Itulah cara mereka memperagakan hidup suku Kyaka sebelum datangnya Firman Allah.
Dalam babak kedua dipentaskan kedatangan pengabar Injil yang mula-mula memberitakan kasih Tuhan kepada mereka. Dan dalam babak ketiga, siswa-siswa dari Sekolah Alkitab Baptis Baiyer menyanyi tentang kasih Tuhan itu. Mereka pun memamerkan sebuah panji dengan ayat: "Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah" (2Timotius 3:16 BIS). Akhirnya Perjanjian Baru bahasa Kyaka itu diserahkan kepada wakil-wakil dari tiap gereja.
Perubahan dalam hidup suku Kyaka itu memang luar biasa ... tetapi tidaklah unik. Sepanjang abad, jikalau Alkitab disebarluaskan, besar pengaruhnya.
Berkali-kali terbukti ayat yang berbunyi: "Bila tersingkap, firman-firmanMu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh" (Mazmur 119:130 LAI 1974). Umat Kristen wajib menjalankan terus proses perubahan hidup itu ... di seluruh permukaan bumi, dan di dalam semua bahasa umat manusia.
Bibliografi | |
Artikel ini diambil dari: |