Sejarah Alkitab Indonesia

artikel/sastera jahudi.htm

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
k (1 revisi)
Baris 1: Baris 1:
 +
{{kanan|{{Buku Hijau}}|{{Biblika}}}}
 +
Jang dimaksudkan disini ialah sastera Jahudi kuno disamping Kitab Sutji Perdjandjian Lama, jang memegang peranan penting dalam agama Jahudi sebagaimana berkembang setelah Perdjandjian Lama selesai disusun (abad 2 sebelum Masehi sampai dengan l.k. abad 5 masehi). Semua sastera itu ada sangkutpautnja dengan Kitab Sutji. Perdjandjian Lama memang dilandjutkan oleh Perdjandjian Baru. Tetapi disamping itu ada suatu landjutan lain jang tetap tinggal dalam rangka agama Jahudi, meskipun agama itu diperkembangkan olehnja. Landjutan dan perkembangan itu tertjantum dalam sastera jang disini dibahas. Ditempat lain (lih. APOKRIP) dikatakan sedikit tentang karya-karya keagamaan jang berasal dari kalangan Jahudi jang sedikit banjak menjeleweng dari agama resmi, sebagaimana dipertahankan dan diadjarkan oleh para Rabbi (= tuanku, guruku, djulukan guru-guru agama, jaitu ahli Kitab dan Ahli Taurat, bdk. Mat 23:7; Joh 3:2, 26). Kalangan ini, jang biasanja menganut paham Parisi, menghasilkan sedjumlah karya-karya keagamaan. Pengaruh karya-karya ini amat besar dalam agama Jahudi selandjutnja, malah hingga dewasa ini dikalangan Jahudi ortodoks. Djadi karya-karya ini boleh dianggap hasil buah agama resmi. Bahan jang dikumpulkan dalam karya-karya tersebut lama sekali diturunkan setjara lisan sadja dan diadjarkan disekolah-sekolah serta dihafalkan. Pekerdjaan itu sesungguhnja sudah mulai setelah bangsa Jahudi baru kembali dari pembuangannja di Babel, lalu berabad-abad lamanja diteruskan. Memang dalam tradisi lisan itu bahan itu berkembang dan dirubah seperlunja sesuai dengan keadaan waktu dan tempat. Didjaman masehi barulah semua bahan itu dikumpulkan, disusun dan dituliskan, chususnja setelah Jerusjalem binasa dan bangsa Jahudi mendjadi lemah dan tak berdaya. Boleh dikatakan karya-karya jang tertulis itu melindungi serta menjelamatkan agama Jahudi dari kebinasaannja.
Jang dimaksudkan disini ialah sastera Jahudi kuno disamping Kitab Sutji Perdjandjian Lama, jang memegang peranan penting dalam agama Jahudi sebagaimana berkembang setelah Perdjandjian Lama selesai disusun (abad 2 sebelum Masehi sampai dengan l.k. abad 5 masehi). Semua sastera itu ada sangkutpautnja dengan Kitab Sutji. Perdjandjian Lama memang dilandjutkan oleh Perdjandjian Baru. Tetapi disamping itu ada suatu landjutan lain jang tetap tinggal dalam rangka agama Jahudi, meskipun agama itu diperkembangkan olehnja. Landjutan dan perkembangan itu tertjantum dalam sastera jang disini dibahas. Ditempat lain (lih. APOKRIP) dikatakan sedikit tentang karya-karya keagamaan jang berasal dari kalangan Jahudi jang sedikit banjak menjeleweng dari agama resmi, sebagaimana dipertahankan dan diadjarkan oleh para Rabbi (= tuanku, guruku, djulukan guru-guru agama, jaitu ahli Kitab dan Ahli Taurat, bdk. Mat 23:7; Joh 3:2, 26). Kalangan ini, jang biasanja menganut paham Parisi, menghasilkan sedjumlah karya-karya keagamaan. Pengaruh karya-karya ini amat besar dalam agama Jahudi selandjutnja, malah hingga dewasa ini dikalangan Jahudi ortodoks. Djadi karya-karya ini boleh dianggap hasil buah agama resmi. Bahan jang dikumpulkan dalam karya-karya tersebut lama sekali diturunkan setjara lisan sadja dan diadjarkan disekolah-sekolah serta dihafalkan. Pekerdjaan itu sesungguhnja sudah mulai setelah bangsa Jahudi baru kembali dari pembuangannja di Babel, lalu berabad-abad lamanja diteruskan. Memang dalam tradisi lisan itu bahan itu berkembang dan dirubah seperlunja sesuai dengan keadaan waktu dan tempat. Didjaman masehi barulah semua bahan itu dikumpulkan, disusun dan dituliskan, chususnja setelah Jerusjalem binasa dan bangsa Jahudi mendjadi lemah dan tak berdaya. Boleh dikatakan karya-karya jang tertulis itu melindungi serta menjelamatkan agama Jahudi dari kebinasaannja.
Baris 12: Baris 14:
## Midrasj sebagai metode tafsir. Kitab Sutji adalah kitab dari djaman dahulu, namun tetap dasar agama Jahudi. Karenanja perlu Kitab Sutji itu tetap tinggal hangat dan aktuil supaja dapat menghajatkan hidup keagamaan umat. Mengingat hal itu para Rabbi sedjak masa pembuangan (th. 537 seb. Mas.) (bdk. Ezr 7;10) sibuk menafsirkan Kitab Sutji untuk mengambil daripadanja segala sesuatu jang perlu untuk kelakuan dan pembinaan semangat keagamaan. Dalam menafsirkan Kitab Sutji para Rabbi menempuh pelbagai djalan: adakalanja mereka memberikan tafsir ajat demi ajat, lain kali tafsirannja berupa chotbah. Tetapi selalu demikian rupa hingga latar belakang adalah Kitab Sutji. Pelbagai ajat dihubungkan satu sama lain, baik dengan dikutip setjara harfiah maupun dengan menjinggung sadja ajat-ajat atau nas-nas Kitab Sutji. Dalam tafsiran itu dipergunakan pula pelbagai tjerita dan dongeng jang tidak tertjantum dalam Kitab Sutji tapi dapat menerangkan atau mengilustrasikan adjarannja. Dengan metode ini Kitab Sutji ditrapkan pada hidup aktuil dan keperluan hangat, baik sehubungan kelakuan maupun sehubungan dengan iman dan semangat keagamaan. Karena ingin mengaktualisasikan Kitab Sutji maka para Rabbi tidak selalu amat peduli akan arti dan makna Kitab Sutji jang aseli. Tafsiran Kitab Sutji sedemikian disampaikan ditempat jang dinamakan "Beth-ha-midrasj", jang dengan bebas boleh diterdjemahkan: "sekolah midrasj" (= madrasah!). Ada dua matjam midrasj. Jang satu mengambil dari Kitab Sutji pelbagai aturan dan patokan untuk hidup praktis. Karenanja chususnja Taurat Musa diterangkan dan diaktualisasikan. Midrasj sedemikian dinamakan "Halakha" (perilaku). Midrasj lain memberikan keterangan tentang tjerita-tjerita jang termaktub dalam Kitab Sutji dengan maksud membina dan memupuk semangat keagamaan. Karenanja Midrasj sedemikian itu disebut "Haggada (tjerita).Kitab Sutji sendiri sudah menggunakan metode tafsir atau midrasj tersebut. Kitab Tawarich misalnja memberikan dan mengaktualisasikan kitab Sjemuel dan kitab Radja-radja untuk mendukung adjaran tertentu. Demikianpun Kebidjaksanaan (pasal 10-19) menafsirkan kembali pengungsian umat dari Mesir sebagaimana ditjeritakan oleh kitab Pengungsian. Tapi dari kedjadian-kedjadian itu (jang tjorak adjaibnja diperkembangkan seperlunja) diambil pengadjaran tertentu untuk membina agama umat pada masa sipengarang. Putera Sirah (pasal 44-50) menjadjikan beberapa tokoh dari djaman dahulu sebagai teladan untuk umat, Kitab Daniel Dan 1-6, Mzm 68, 105, 106 dan kitab Jona boleh digolongkan kedalam "midrasj" djuga. Djemaah di Qumranpun suka akan metode ini dan meninggalkan beberapa tafsiran atas beberapa kitab dari Kitab Sutji menurut metode itu. Ajat-ajat dan nas-nas Kitab Sutji dikenakan pada djemaah itu serta pendirinja. Perdjandjian Barupun tidak ketinggalan. Kisah masa muda Jesus (Mat 1-2; Luk 1-2) njata berupa midrasja. Kitab Sutji ditafsirkan sehubungan dengan Jesus dan diketrapkan padaNja. Bekas Rabbi, Paulus, djuga menggunakan metode guru-gurunja dahulu (bdk. Gal 4) dan demikianpun pengarang surat kepada orang-orang Hibrani. Ia mengetrapkan teks-teks Kitab Sutji pada Kristus dan kedjadian didjaman dahulu pada umat Keristen (bdk. chususnja pasal 7).
## Midrasj sebagai metode tafsir. Kitab Sutji adalah kitab dari djaman dahulu, namun tetap dasar agama Jahudi. Karenanja perlu Kitab Sutji itu tetap tinggal hangat dan aktuil supaja dapat menghajatkan hidup keagamaan umat. Mengingat hal itu para Rabbi sedjak masa pembuangan (th. 537 seb. Mas.) (bdk. Ezr 7;10) sibuk menafsirkan Kitab Sutji untuk mengambil daripadanja segala sesuatu jang perlu untuk kelakuan dan pembinaan semangat keagamaan. Dalam menafsirkan Kitab Sutji para Rabbi menempuh pelbagai djalan: adakalanja mereka memberikan tafsir ajat demi ajat, lain kali tafsirannja berupa chotbah. Tetapi selalu demikian rupa hingga latar belakang adalah Kitab Sutji. Pelbagai ajat dihubungkan satu sama lain, baik dengan dikutip setjara harfiah maupun dengan menjinggung sadja ajat-ajat atau nas-nas Kitab Sutji. Dalam tafsiran itu dipergunakan pula pelbagai tjerita dan dongeng jang tidak tertjantum dalam Kitab Sutji tapi dapat menerangkan atau mengilustrasikan adjarannja. Dengan metode ini Kitab Sutji ditrapkan pada hidup aktuil dan keperluan hangat, baik sehubungan kelakuan maupun sehubungan dengan iman dan semangat keagamaan. Karena ingin mengaktualisasikan Kitab Sutji maka para Rabbi tidak selalu amat peduli akan arti dan makna Kitab Sutji jang aseli. Tafsiran Kitab Sutji sedemikian disampaikan ditempat jang dinamakan "Beth-ha-midrasj", jang dengan bebas boleh diterdjemahkan: "sekolah midrasj" (= madrasah!). Ada dua matjam midrasj. Jang satu mengambil dari Kitab Sutji pelbagai aturan dan patokan untuk hidup praktis. Karenanja chususnja Taurat Musa diterangkan dan diaktualisasikan. Midrasj sedemikian dinamakan "Halakha" (perilaku). Midrasj lain memberikan keterangan tentang tjerita-tjerita jang termaktub dalam Kitab Sutji dengan maksud membina dan memupuk semangat keagamaan. Karenanja Midrasj sedemikian itu disebut "Haggada (tjerita).Kitab Sutji sendiri sudah menggunakan metode tafsir atau midrasj tersebut. Kitab Tawarich misalnja memberikan dan mengaktualisasikan kitab Sjemuel dan kitab Radja-radja untuk mendukung adjaran tertentu. Demikianpun Kebidjaksanaan (pasal 10-19) menafsirkan kembali pengungsian umat dari Mesir sebagaimana ditjeritakan oleh kitab Pengungsian. Tapi dari kedjadian-kedjadian itu (jang tjorak adjaibnja diperkembangkan seperlunja) diambil pengadjaran tertentu untuk membina agama umat pada masa sipengarang. Putera Sirah (pasal 44-50) menjadjikan beberapa tokoh dari djaman dahulu sebagai teladan untuk umat, Kitab Daniel Dan 1-6, Mzm 68, 105, 106 dan kitab Jona boleh digolongkan kedalam "midrasj" djuga. Djemaah di Qumranpun suka akan metode ini dan meninggalkan beberapa tafsiran atas beberapa kitab dari Kitab Sutji menurut metode itu. Ajat-ajat dan nas-nas Kitab Sutji dikenakan pada djemaah itu serta pendirinja. Perdjandjian Barupun tidak ketinggalan. Kisah masa muda Jesus (Mat 1-2; Luk 1-2) njata berupa midrasja. Kitab Sutji ditafsirkan sehubungan dengan Jesus dan diketrapkan padaNja. Bekas Rabbi, Paulus, djuga menggunakan metode guru-gurunja dahulu (bdk. Gal 4) dan demikianpun pengarang surat kepada orang-orang Hibrani. Ia mengetrapkan teks-teks Kitab Sutji pada Kristus dan kedjadian didjaman dahulu pada umat Keristen (bdk. chususnja pasal 7).
## Midrasj(im) sebagai tafsiran tertulis. Para Rabbi jang menghasilkan Misjna/Talmud djuga giat menafsirkan Kitab Sutji, jaitu para Tanna dan para Amora (lihat diatas: Talmud), chususnja sesudah tahun 70 Masehi. Merekapun menggunakan metode midrasj tersebut. Beberapa kaidah dan patokan dalam menafsirkan Kitab Sutji ditetapkan, chususnja oleh Rabbi Hillel I (sekitar th. 40 Masehi) dan Rabbi Ismael (sekitar th. 100). Lama sekali tafsiran sedemikian hanja diberikan setjara lisan dan dihafalkan. Dimasa belakangan barulah mulai dikumpulkan dan dituliskan. Karya-karya terpenting dari banjak midrasjim jang terpelihara hingga dewasa ini ialah: Mekilta (tafsir Peng. pasal 12 dst.), Sipra (tafsir Lv.), Siphe tafsir Tj. Dj. dan Ul), Midrasj Rabba (Midrasj besar) menafsirkan Taurat Musa dan kelima Megillot (Md.Ag.Rut,Lg.Rt., Pengch, Ester). Lagipula ada Midrask Tanchumu (nama pengarangnja) Jelammedenu, jaitu sekumpulan chotbah mengenai Taurat Musa. Boleh ditambahkan pula Pessikta dan Pessikta Rabbati. Hingga dewasa ini orang Jahudi masih mengarang tafsir Kitab Sutji jang sedikit banjak berupa midrasj.
## Midrasj(im) sebagai tafsiran tertulis. Para Rabbi jang menghasilkan Misjna/Talmud djuga giat menafsirkan Kitab Sutji, jaitu para Tanna dan para Amora (lihat diatas: Talmud), chususnja sesudah tahun 70 Masehi. Merekapun menggunakan metode midrasj tersebut. Beberapa kaidah dan patokan dalam menafsirkan Kitab Sutji ditetapkan, chususnja oleh Rabbi Hillel I (sekitar th. 40 Masehi) dan Rabbi Ismael (sekitar th. 100). Lama sekali tafsiran sedemikian hanja diberikan setjara lisan dan dihafalkan. Dimasa belakangan barulah mulai dikumpulkan dan dituliskan. Karya-karya terpenting dari banjak midrasjim jang terpelihara hingga dewasa ini ialah: Mekilta (tafsir Peng. pasal 12 dst.), Sipra (tafsir Lv.), Siphe tafsir Tj. Dj. dan Ul), Midrasj Rabba (Midrasj besar) menafsirkan Taurat Musa dan kelima Megillot (Md.Ag.Rut,Lg.Rt., Pengch, Ester). Lagipula ada Midrask Tanchumu (nama pengarangnja) Jelammedenu, jaitu sekumpulan chotbah mengenai Taurat Musa. Boleh ditambahkan pula Pessikta dan Pessikta Rabbati. Hingga dewasa ini orang Jahudi masih mengarang tafsir Kitab Sutji jang sedikit banjak berupa midrasj.
 +
 +
 +
{{Buku Hijau|footer}}

Revisi per 09:03, 20 Mei 2011

Buku Hijau
Sejarah Alkitab di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah Indonesia
Sejarah Alkitab di Luar Indonesia
Biblika
Doktrin Alkitab
Pengantar dan Garis Besar Kitab
Studi Kata Alkitab



Jang dimaksudkan disini ialah sastera Jahudi kuno disamping Kitab Sutji Perdjandjian Lama, jang memegang peranan penting dalam agama Jahudi sebagaimana berkembang setelah Perdjandjian Lama selesai disusun (abad 2 sebelum Masehi sampai dengan l.k. abad 5 masehi). Semua sastera itu ada sangkutpautnja dengan Kitab Sutji. Perdjandjian Lama memang dilandjutkan oleh Perdjandjian Baru. Tetapi disamping itu ada suatu landjutan lain jang tetap tinggal dalam rangka agama Jahudi, meskipun agama itu diperkembangkan olehnja. Landjutan dan perkembangan itu tertjantum dalam sastera jang disini dibahas. Ditempat lain (lih. APOKRIP) dikatakan sedikit tentang karya-karya keagamaan jang berasal dari kalangan Jahudi jang sedikit banjak menjeleweng dari agama resmi, sebagaimana dipertahankan dan diadjarkan oleh para Rabbi (= tuanku, guruku, djulukan guru-guru agama, jaitu ahli Kitab dan Ahli Taurat, bdk. Mat 23:7; Joh 3:2, 26). Kalangan ini, jang biasanja menganut paham Parisi, menghasilkan sedjumlah karya-karya keagamaan. Pengaruh karya-karya ini amat besar dalam agama Jahudi selandjutnja, malah hingga dewasa ini dikalangan Jahudi ortodoks. Djadi karya-karya ini boleh dianggap hasil buah agama resmi. Bahan jang dikumpulkan dalam karya-karya tersebut lama sekali diturunkan setjara lisan sadja dan diadjarkan disekolah-sekolah serta dihafalkan. Pekerdjaan itu sesungguhnja sudah mulai setelah bangsa Jahudi baru kembali dari pembuangannja di Babel, lalu berabad-abad lamanja diteruskan. Memang dalam tradisi lisan itu bahan itu berkembang dan dirubah seperlunja sesuai dengan keadaan waktu dan tempat. Didjaman masehi barulah semua bahan itu dikumpulkan, disusun dan dituliskan, chususnja setelah Jerusjalem binasa dan bangsa Jahudi mendjadi lemah dan tak berdaya. Boleh dikatakan karya-karya jang tertulis itu melindungi serta menjelamatkan agama Jahudi dari kebinasaannja.

Semua karya itu tjukup penting untuk ilmu Kitab Sutji. Memang baru dituliskan didjaman masehi, setelah agama Keristen sudah berurat berakar diluar Palestina dan melepaskan diri dari agama Jahudi. Tetapi di dalamnja terpelihara tidak sedikit bahan dari djaman dahulu, bahkan dari djaman Kristus dan Perdjandjian Baru. Maka itu sastera Jahudi itu dapat menjoroti (sebagian dari) suasana keagamaan jang mendjadi latarbelakang kehidupan Kristus dan Perdjandjian Baru. Tjukuplah orang ingat akan tokoh besar dalam agama Kristen semula, jaitu Paulus. Orang itu berasal dari kalangan jang menghasilkan sastera jang dimaksudkan disini. Lawan-lawan Kristus jang paling gigihpun termasuk kalangan jang sama.

Tidak dibitjarakan sastera keagamaan jang dihasilkan agama Jahudi didjaman pertengahan. Ada sastera jang tjukup subur berkembang sedjak abad 12 Masehi, Jaitu Kabala. Karya-karya itu memuat sematjam adjaran rahasia jang mentjampurkan tasawuf (mistik), astrologi, magi dan filsafat dan boleh dibandingkan dengan kitab-kitab tasawuf Islam dahulu dan kitab-kitab "ilmu" di Indonesia. Sehubungan dengan Kitab Sutji Kabala tersebut tidaklah penting.


  1. Targum (djamak: Targumim).
    Kata Hibrani ini berarti: terdjemahan. Jang dimaksudkan ialah terdjemahan-terdjemahan bebas Kitab Sutji Perdjandjian lama kedalam bahasa Aram. Bahasa ini adalah bahasa semit jang serumpun dengan bahasa Hibrani. Sedjak masa pembuangan (th. 537 seb. Mas.) bahasa ini (suatu bahasa internasional didjaman itu) mendjadi bahasa rakjat di Palestina dengan mendesak bahasa Hibrani. Maka itu rakjat tidak mengerti lagi Kitab Sutji jang (bagian terbesar) menggunakan bahasa Hibrani kuno. Hanja para ahli mengertinja. Karena itu rakjat perlu akan suatu terdjemahan kedalam bahasanja sendiri, chususnja untuk keperluan ibadah disinagoga (kenisah-kenisah). Lama-kelamaan terdjemahan (pelbagai) sedemikian itu dibuat djuga jang dibatjakan disamping teks Kitab Sutji jang resmi. Terdjemahan-terdjemahan itu tidak (selalu) menterdjemahkan setjara harafiah, tapi lebih kurang bebas, suatu parafrasis. Kedalam terdjemahan-terdjemahan itu diselipkan djuga tafsiran-tafsiran Kitab Sutji tertentu. Dengan djalan itu Kitab Sutji diaktualisasikan untuk rakjat dan disesuaikan dengan keperluan aktuil. Maka itu dalam terdjemahan2 itu nampaklah djuga perkembangan iman dan agama Jahudi sesudah djaman Perdjandjian Lama.Tidak semua Targum jang pernah dibuat (kerapkali setjara lisan sadja) terpelihara dan tersimpan. Hanja beberapa sadja. Ada dua Targum jang umum diterima dan boleh dikatakan "resmi". Jang pertama ialah Targum Onkelos, jang timbul dalam abad 2 Masehi di Palestina. Tapi baru dalam abad 5 dituliskan di Babel. Targum Onkelos ini amat lekat pada teks aseli dan kerap menterdjemahkan setjara harfiah belaka. Disamping itu diterima setjara umum. Targum Jonatan bin Uziel. Terdjemahan ini djauh lebih bebas. Masih terpelihara djuga sebagian dari suatu Targum Taurat Musa jang berasal dari Jerusjalem dan dituliskan sekitar tahun 650 Masehi.
  2. Talmud
    Kata "talmud" ini berarti: pengadjaran atau adjaran. Karya-karya jang disebut begitu adalah merupakan hasil kerdja beberapa mazhab ahli Jahudi. Isinja mengenai chususnja kelakuan. Para ahli itu memberi kepada Taurat Musa "suatu pagar" (demikian dikatakan mereka), supaja ditepati dengan baik. Talmud-talmud itu sesungguhnja adalah buah hasil beberapa angkatan ahli. Tetapi lama sekali bahan-bahan itu setjara lisan sadja disampaikan oleh guru dan dihafalkan oleh murid. Terkumpulkan didalamnja diskusi-diskusi keterangan-keterangan dan tafsiran serta pengetrapan dan tjontoh jang diberikan oleh ahli-ahli dari djaman dahulu dan memang terus bertambah banjak. Dapat dimengerti bahan itu umumnja bertjorak kasuistik. Ditetapkan persis apa jang harus dibuat atau tidak boleh dibuat, manakala perbuatan sjah atau batal dan sebagainja. Talmud-talmud itu sedikit serupa (hanja sedikit sadja) dengan hadis Islam (jang mengenai ilmu fikh). Tapi bahan dalam Talmud tidak dipulangkan sampai ke Musa sebagaimana hadis Islam memulangkan semua kepada Nabi Allah. Perkaranja ialah matjam-matjam pendapat jang pernah dikemukakan oleh ahli tersohor dengan mendasarkannja pada Kitab Sutji.Beberapa kali bahan tradisionil itu dikumpulkan dan ditjatat, tapi hanja dua redaksi terachir terpelihara dan hingga dewasa ini berpengaruh. Kedua redaksi ini adalah hasil djerih pajah dua pusat ilmu hukum Jahudi, jang satu di Palestina jang lain di Mesopotamia (Babel). Maka itu ada dua Talmud jang satu memuat tradisi dari Palestina, jang lain tradisi dari Mesopotamia.Talmud Jerusjalmi (Jerusjalem) memuat hasil djerih-pajah para ahli di Palestina. Bahasa jang dipakai ialah bahasa Aram barat disamping Hibrani, (lihat Misjna). Karya ini dalam redaksi terachir dituliskan dalam abad kelima masehi. Ia tidak terlalu besar dan kurang penting daripada Talmud jang berikut ini.Talmud Babel dikumpulkan oleh para ahli di Babel. Talmud ini sungguh suatu karya raksasa dan didalamnja terkumpul pendapat dan keterangan 2000 lebih ahli hukum Jahudi. Ia selesai di susun pada achir abad kelima Masehi dalam bahasa Aram timur (disamping Hibrani). Talmud Babel ini adalah jang terpenting dan amat mempengaruhi agama Jahudi.
  3. Misjna
    Misjna (= ulangan, mengulang) bukanlah suatu karya tersendiri, melainkan bagian pusat dari Talmud (baik Talmud Jerusjalem maupun Talmud Babel). Sebab tiap-tiap Talmud terdiri atas dua bagian, jakni: misjna dan gemara (pelengkap). Misjna (dalam bahasa Hibrani dari masa belakangan) diberi komentar dalam gemara tersebut (dalam bahasa Aram). Misjna itu ialah kumpulan diskusi, pendapat dan keterangan jang diberikan oleh para ahli dahulu jang menjusun suatu sistem hukum-hukum jang tidak termaktub dalam Taurat Musa. Angkatan ahli-ahli jang terdahulu itu (hingga abad ke 2 masehi) dinamakan "Tanna". Bahan-bahan jang berasal dari ahli-ahli ini dikumpulkan dan disusun oleh Rabbi Akiba dan Rabbi Meir (sekitar 150) dan achirnja dituliskan oleh Rabbi Jehuda-Ha-Nassi sekitar th. 200 masehi. Kumpulan inilah jang mendjadi "Misjna". Lalu misjna ini diberikan komentar oleh ahli sesudahnja (jang dinamakan Amora) lalu bersama dengan Misjna mendjadi Talmud (dengan dua tjabangnja tersebut). Tetapi tidak atas semua bahan jang tersusun dalam Misjna diberikan komentar lagi, melainkan hanja sebagiannja.Misjna (karya Rabbi Jehuda-Ha-Nassi) terbagi atas enam bagian (djilid). Masing-masing djilid lalu dibagikan atas beberapa bab (63), jang pada gilirannja terbagi atas pelbagai pasal. Masing-masing bab mengutarakan salah satu pokok, misalnja: doa, perajaan, djiarah, perkawinan, pembasuhan, hari sabat, Sanhedrin dan lain-lainnja. Chususnja Misjnalah jang penting untuk tafsir Kitab Sutji, oleh karena bahannja paling tua dan karenanja dapat menjoroti latarbelakang perdjandjian Baru serta adat-istiadat Jahudi jang disebut oleh Perdjandjian Baru.
  4. Midrasj (djamak: Midrasjim). Kata "midrasj" (= penjelidikan, hasil penjelidikan, adjaran atau tafsir) ada dua artinja. Arti jang satu ialah: metode tertentu dalam menafsirkan Kitab Sutji, djadi suatu djenis sastera tertentu. Arti jang kedua, istilah chusus, ialah karya-karya Jahudi tertentu jang memuat tafsiran Kitab Sutji menurut metode tersebut.
    1. Midrasj sebagai metode tafsir. Kitab Sutji adalah kitab dari djaman dahulu, namun tetap dasar agama Jahudi. Karenanja perlu Kitab Sutji itu tetap tinggal hangat dan aktuil supaja dapat menghajatkan hidup keagamaan umat. Mengingat hal itu para Rabbi sedjak masa pembuangan (th. 537 seb. Mas.) (bdk. Ezr 7;10) sibuk menafsirkan Kitab Sutji untuk mengambil daripadanja segala sesuatu jang perlu untuk kelakuan dan pembinaan semangat keagamaan. Dalam menafsirkan Kitab Sutji para Rabbi menempuh pelbagai djalan: adakalanja mereka memberikan tafsir ajat demi ajat, lain kali tafsirannja berupa chotbah. Tetapi selalu demikian rupa hingga latar belakang adalah Kitab Sutji. Pelbagai ajat dihubungkan satu sama lain, baik dengan dikutip setjara harfiah maupun dengan menjinggung sadja ajat-ajat atau nas-nas Kitab Sutji. Dalam tafsiran itu dipergunakan pula pelbagai tjerita dan dongeng jang tidak tertjantum dalam Kitab Sutji tapi dapat menerangkan atau mengilustrasikan adjarannja. Dengan metode ini Kitab Sutji ditrapkan pada hidup aktuil dan keperluan hangat, baik sehubungan kelakuan maupun sehubungan dengan iman dan semangat keagamaan. Karena ingin mengaktualisasikan Kitab Sutji maka para Rabbi tidak selalu amat peduli akan arti dan makna Kitab Sutji jang aseli. Tafsiran Kitab Sutji sedemikian disampaikan ditempat jang dinamakan "Beth-ha-midrasj", jang dengan bebas boleh diterdjemahkan: "sekolah midrasj" (= madrasah!). Ada dua matjam midrasj. Jang satu mengambil dari Kitab Sutji pelbagai aturan dan patokan untuk hidup praktis. Karenanja chususnja Taurat Musa diterangkan dan diaktualisasikan. Midrasj sedemikian dinamakan "Halakha" (perilaku). Midrasj lain memberikan keterangan tentang tjerita-tjerita jang termaktub dalam Kitab Sutji dengan maksud membina dan memupuk semangat keagamaan. Karenanja Midrasj sedemikian itu disebut "Haggada (tjerita).Kitab Sutji sendiri sudah menggunakan metode tafsir atau midrasj tersebut. Kitab Tawarich misalnja memberikan dan mengaktualisasikan kitab Sjemuel dan kitab Radja-radja untuk mendukung adjaran tertentu. Demikianpun Kebidjaksanaan (pasal 10-19) menafsirkan kembali pengungsian umat dari Mesir sebagaimana ditjeritakan oleh kitab Pengungsian. Tapi dari kedjadian-kedjadian itu (jang tjorak adjaibnja diperkembangkan seperlunja) diambil pengadjaran tertentu untuk membina agama umat pada masa sipengarang. Putera Sirah (pasal 44-50) menjadjikan beberapa tokoh dari djaman dahulu sebagai teladan untuk umat, Kitab Daniel Dan 1-6, Mzm 68, 105, 106 dan kitab Jona boleh digolongkan kedalam "midrasj" djuga. Djemaah di Qumranpun suka akan metode ini dan meninggalkan beberapa tafsiran atas beberapa kitab dari Kitab Sutji menurut metode itu. Ajat-ajat dan nas-nas Kitab Sutji dikenakan pada djemaah itu serta pendirinja. Perdjandjian Barupun tidak ketinggalan. Kisah masa muda Jesus (Mat 1-2; Luk 1-2) njata berupa midrasja. Kitab Sutji ditafsirkan sehubungan dengan Jesus dan diketrapkan padaNja. Bekas Rabbi, Paulus, djuga menggunakan metode guru-gurunja dahulu (bdk. Gal 4) dan demikianpun pengarang surat kepada orang-orang Hibrani. Ia mengetrapkan teks-teks Kitab Sutji pada Kristus dan kedjadian didjaman dahulu pada umat Keristen (bdk. chususnja pasal 7).
    2. Midrasj(im) sebagai tafsiran tertulis. Para Rabbi jang menghasilkan Misjna/Talmud djuga giat menafsirkan Kitab Sutji, jaitu para Tanna dan para Amora (lihat diatas: Talmud), chususnja sesudah tahun 70 Masehi. Merekapun menggunakan metode midrasj tersebut. Beberapa kaidah dan patokan dalam menafsirkan Kitab Sutji ditetapkan, chususnja oleh Rabbi Hillel I (sekitar th. 40 Masehi) dan Rabbi Ismael (sekitar th. 100). Lama sekali tafsiran sedemikian hanja diberikan setjara lisan dan dihafalkan. Dimasa belakangan barulah mulai dikumpulkan dan dituliskan. Karya-karya terpenting dari banjak midrasjim jang terpelihara hingga dewasa ini ialah: Mekilta (tafsir Peng. pasal 12 dst.), Sipra (tafsir Lv.), Siphe tafsir Tj. Dj. dan Ul), Midrasj Rabba (Midrasj besar) menafsirkan Taurat Musa dan kelima Megillot (Md.Ag.Rut,Lg.Rt., Pengch, Ester). Lagipula ada Midrask Tanchumu (nama pengarangnja) Jelammedenu, jaitu sekumpulan chotbah mengenai Taurat Musa. Boleh ditambahkan pula Pessikta dan Pessikta Rabbati. Hingga dewasa ini orang Jahudi masih mengarang tafsir Kitab Sutji jang sedikit banjak berupa midrasj.


Artikel ini diambil dari:
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau.
kembali ke atas