Dari Sejarah Alkitab Indonesia
k (1 revisi) |
Revisi per 13:26, 20 Mei 2011
"Tak kenal maka tak sayang!" demikian kata orang. Hal ini juga berlaku dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu / Indonesia. Banyak orang menduga yang disebut Terjemahan Lama adalah terjemahan yang paling lama dan tertua, sedang Terjemahan Baru adalah terjemahan mutakhir dan yang paling baru. Kedua anggapan itu keliru. Marilah kita mempelajari selayang pandang sejarah penerjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu/Indonesia agar kita makin mengenal dan menyayangi terjemahan Alkitab yang kita miliki.
- Matius Terjemahan Ruyl
- Perjanjian Baru Terjemahan Brouwerious
- Alkitab Terjemahan Leijdecker
- Revisi Terjemahan Leijdecker
- Perjanjian Baru Terjemahan Klinkert
- Alkitab Terjemahan Klinkert
- Alkitab Terjemahan Shellabear
- Perjanjian Baru Bahasa Melayu Baba
- Perjanjian Baru Terjemahan Bode
- Terjemahan Alkitab dalam Masa Peralihan
- Perjanjian Baru Terjemahan Gereja Roma Katolik
- Alkitab Terjemahan Baru
- Alkitab Terjemahan Dinamis/Fungsional
- Parafrasa
- Kesimpulan
Bibliografi | |
Artikel ini diambil dari: |
C. Alkitab Terjemahan Leijdecker
Melchior Leijdecker dilahirkan di Amsterdam, Belanda pada tahun 1645. Dengan latar belakang pendidikan kedokteran dan teologi, ia datang ke Indonesia pada tahun 1675 sebagai pendeta militer Belanda di Jawa Timur. Sejak tahun 1678 ia menjadi pendeta jemaat berbahasa Melayu di Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1691, atas permintaan majelis gereja di Batavia dan disponsori oleh Kompeni (VOC), ia mulai menerjemahkan Alkitab lengkap ke dalam bahasa Melayu Tinggi, yaitu ragam bahasa yang lazim dipakai untuk menulis buku kesusastraan pada masa itu. Dalam melaksanakan tugas penerjemahannya Dr. Leijdecker meneliti naskah-naskah Alkitab dalam bahasa-bahasa aslinya, dan dengan tekun ia mencari kata dan istilah bahasa Melayu yang paling tepat untuk mengalihbahasakan naskah Alkitab.
Pada tanggal 16 Maret 1701, Dr. Leijdecker meninggal dunia, dan pekerjaan penerjemahannya yang telah 90% selesai (sampai dengan Efesus 6:6) dilanjutkan dan diselesaikan oleh Pdt. Pieter van der Vorm (Efesus 6:7 sampai selesai) pada tahun itu juga. Akan tetapi terjemahan ini tidak segera dicetak karena ulah Pdt. Francois Valentyn. Valentyn atas kemauan dan prakarsa sendiri menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Melayu Maluku. Tetapi terjemahan Pdt. Valentyn tidak mendapat persetujuan Pemerintah Kompeni untuk diterbitkan karena:
- Terjemahannya adalah terjemahan langsung dari Alkitab bahasa Belanda Staten Vertaling,
- Bahasanya bersifat kedaerahan Maluku sehingga sulit dibaca di daerah lain,
- Pemakaian bahasa yang tidak seragam (agaknya terjemahan itu bukanlah hasil karyanya sendiri, tetapi naskah terjemahan yang diperolehnya dari Pdt. Simon de lange yang meninggal dunia di Banda pada tahun 1677).
Setelah Pdt. Valentyn meninggal dunia pada tahun 1727, naskah terjemahan Dr. Leijdecker diteliti oleh suatu team yang terdiri dari Pdt. Pieter Van Der Vorm dari Batavia, Gerorge Henric Werndly dari Makassar (sekarang Ujung Pandang), Engelbertus Cornelis Ninaber dari Ambon, Arnoldus Brants dari Batavia, dan pakar-pakar bahasa Melayu setempat. Terjemahan itu dibandingkan dengan naskah bahasa-bahasa asli Alkitab dan dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Arab, Aram (Siria), Latin, Inggris, Jerman, Perancis dan Spanyol. Kemudian diterbitkanlah Perjanjian baru pada tahun 1731 dan Alkitab lengkap pada tahun 1733. Selain edisi huruf Latin yang dicetak di Amsterdam (1733) juga dicetak Alkitab Leijdecker edisi huruf Arab di Batavia pada tahun 1758, karena pada masa itu bahasa Melayu lazim ditulis dengan aksara Arab (di Semenanjung Malaka disebut aksara Jawi) - bahkan di beberapa tempat aksara Arab ini lebih dikenal dari pada aksara Latin. Edisi huruf Arab ini terdiri dari 5 jilid (volume).
Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa Melayu Tinggi dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, terjemahan Leijdecker telah dipakai di Indonesia dan di semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di Semenanjung Malaka terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia, terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911,1916, yaitu atas permintaan masyarakat Kristen di Maluku.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Leijdecker :
(3) |
"Bapa kamij jang ada disawrga, |
('Indjil Mataj -- 'Elkitab, ija-itu, segala surat Perjanjian Lama dan Baharuw 'atas titah segala Tuwan Pemarentah Kompanija tersalin kapada bahasa Malajuw, Amsterdam 1731,1733 - terjemahan M.Leijdecker).