Dari Sejarah Alkitab Indonesia
Baris 13: | Baris 13: | ||
Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa Melayu Tinggi dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, terjemahan Leijdecker telah dipakai di Indonesia dan di semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di Semenanjung Malaka terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia, terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911, dan 1916, yaitu atas permintaan masyarakat Kristen di Maluku. | Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa Melayu Tinggi dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, terjemahan Leijdecker telah dipakai di Indonesia dan di semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di Semenanjung Malaka terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia, terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911, dan 1916, yaitu atas permintaan masyarakat Kristen di Maluku. | ||
- | Inilah "'''Doa Bapa Kami'''" dalam '''terjemahan Leijdecker''': | + | Inilah "'''Doa Bapa Kami'''" dalam '''[[ver leydekker|terjemahan Leijdecker]]''': |
{{poem|:Bapa kamij jang ada disawrga, | {{poem|:Bapa kamij jang ada disawrga, |
Revisi terkini pada 14:16, 19 Juli 2011
Melchior Leijdecker dilahirkan di Amsterdam, Belanda pada tahun 1645. Dengan latar belakang pendidikan kedokteran dan teologi, ia datang ke Indonesia pada tahun 1675 sebagai pendeta militer Belanda di Jawa Timur. Sejak tahun 1678 ia menjadi pendeta jemaat berbahasa Melayu di Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1691, atas permintaan majelis gereja di Batavia dan disponsori oleh Kompeni (VOC), ia mulai menerjemahkan Alkitab lengkap ke dalam bahasa Melayu Tinggi, yaitu ragam bahasa yang lazim dipakai untuk menulis buku kesusastraan pada masa itu. Dalam melaksanakan tugas penerjemahannya Dr. Leijdecker meneliti naskah-naskah Alkitab dalam bahasa-bahasa aslinya, dan dengan tekun ia mencari kata dan istilah bahasa Melayu yang paling tepat untuk mengalihbahasakan naskah Alkitab.
Pada tanggal 16 Maret 1701, Dr. Leijdecker meninggal dunia, dan pekerjaan penerjemahannya yang telah 90% selesai (sampai dengan Efesus 6:6) dilanjutkan dan diselesaikan oleh Pdt. Pieter van der Vorm (Efesus 6:7 sampai selesai) pada tahun itu juga. Akan tetapi terjemahan ini tidak segera dicetak karena ulah Pdt. Francois Valentyn. Valentyn atas kemauan dan prakarsa sendiri menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Melayu Maluku. Tetapi terjemahan Pdt. Valentyn tidak mendapat persetujuan Pemerintah Kompeni untuk diterbitkan karena:
- Terjemahannya adalah terjemahan langsung dari Alkitab bahasa Belanda Staten Vertaling,
- Bahasanya bersifat kedaerahan Maluku sehingga sulit dibaca di daerah lain,
- Pemakaian bahasa yang tidak seragam (agaknya terjemahan itu bukanlah hasil karyanya sendiri, tetapi naskah terjemahan yang diperolehnya dari Pdt. Simon de lange yang meninggal dunia di Banda pada tahun 1677).
Setelah Pdt. Valentyn meninggal dunia pada tahun 1727, naskah terjemahan Dr. Leijdecker diteliti oleh suatu tim yang terdiri dari Pdt. Pieter Van Der Vorm dari Batavia, Gerorge Henric Werndly dari Makassar, Engelbertus Cornelis Ninaber dari Ambon, Arnoldus Brants dari Batavia, dan pakar-pakar bahasa Melayu setempat. Terjemahan itu dibandingkan dengan naskah bahasa-bahasa asli Alkitab dan dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Arab, Aram (Siria), Latin, Inggris, Jerman, Perancis dan Spanyol. Kemudian diterbitkanlah Perjanjian Baru pada tahun 1731 dan Alkitab lengkap pada tahun 1733. Selain edisi huruf Latin yang dicetak di Amsterdam (1733) juga dicetak Alkitab Leijdecker edisi huruf Arab di Batavia pada tahun 1758, karena pada masa itu bahasa Melayu lazim ditulis dengan aksara Arab (di Semenanjung Malaka disebut aksara Jawi) - bahkan di beberapa tempat aksara Arab ini lebih dikenal dari pada aksara Latin. Edisi huruf Arab ini terdiri dari 5 jilid (volume).
Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa Melayu Tinggi dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, terjemahan Leijdecker telah dipakai di Indonesia dan di semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di Semenanjung Malaka terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia, terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911, dan 1916, yaitu atas permintaan masyarakat Kristen di Maluku.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Leijdecker:
- Bapa kamij jang ada disawrga,
- namamu depersutjilah kiranya.
- Karadjaanmu datanglah.
- Kahendakhmu djadilah,
- seperti didalam sawrga, demikijenlah diatas bumi.
- Rawtij kamij saharij berilah akan kamij pada harij ini.
- Dan amponilah pada kamij segala salah kamij,
- seperti lagi kamij ini mengamponij
- pada awrang jang bersalah kapada kamij.
- Dan djanganlah membawa kamij kapada pertjawbaan,
- hanja lepaskanlah kamij deri pada jang djahat.
- ('Indjil Mataj -- 'Elkitab, ija-itu, segala surat Perjanjian Lama dan Baharuw 'atas titah segala Tuwan Pemarentah Kompanija tersalin kapada bahasa Malajuw, Amsterdam 1731,1733 - terjemahan M.Leijdecker).
Bibliografi | |
Artikel ini diambil dari: |