Sejarah Alkitab Indonesia

artikel/djenis sastera.htm

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Buku Hijau
Sejarah Alkitab di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah Indonesia
Sejarah Alkitab di Luar Indonesia
Biblika
Doktrin Alkitab
Pengantar dan Garis Besar Kitab
Studi Kata Alkitab



Supaya Kitab Suci diartikan dan dipahami dengan tepatnya (dan juga buku-buku lain) harus diketahui dengan baik "jenis sastera" manakah yang dipergunakan. Memang Kitab Suci adalah sabda Allah, tetapi sabda Allah yang menjelma dalam perkataan insani. Dan sabda Allah itu menggunakan semua kemungkinan yang ada dalam bicara manusia yang bermacam ragam. Tidak ada satupun yang tidak dapat dipakai oleh Allah untuk menyatakan diri serta kehendakNya. Maka itu untuk ilmu tafsir Alkitab adalah perlu sekali mempelajari cara-cara yang dipergunakan manusia dahulu untuk mengungkapkan pikiran serta menyatakan kebenaran.


  1. Jenis sastera pada umumnya
    "Jenis sastera" ialah cara mengucapkan pikiran secara tertulis atau secara lisan. Memang ada pelbagai cara yang masing-masing menempuh jalannya sendiri, menuruti patokan dan kaidah khusus untuk memberitahukan sesuatu. Tidak semua cara begitu saja dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu, tetapi kerap kali pikiran tertentu hanya dapat diungkapkan dengan jalan itu atau ini, sedangkan jalan lain tidaklah mungkin. Pidato presiden pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia tidak dapat berupa cerita pendek atau dongeng. Suatu khotbah tidak dapat disajikan dalam bentuk suatu laporan sebagaimana biasanya dibuat pegawai polisi, atau berupa "rekening" yang dikirim untuk dilunasi. Untuk mengerti kebenaran yang terungkap haruslah diketahui jenis sastera manakah yang dipakai. Kalau tidak maka timbullah salah paham atau malah kekeliruan pada si pendengar atau di pembaca. Misalnya sebuah roman atau cerita pendek lain maksudnya daripada suatu laporan yang dikarang seorang wartawan yang mengunjungi daerah atau tentang suatu peristiwa atau orang. Jika roman atau cerita pendek diartikan sebagai laporan atau buku ilmu sejarah, sudah barang tentu maksud si pengarang tidak dimengerti dan si pembaca keliru sekali. Demikianpun jenis sastera yang dewasa ini amat laku, yaitu "science fiction". Itu jangan dianggap sebagai laporan dari laboratorium atau laporan yang dibuat astronaut yang sedang dijalan kebulan. Sebuah sajak atau khotbah lain maksudnya dan kebenarannya daripada sebuah reportage televisi atau radio. Dongeng Anderson mengucapkan kebenaran lain daripada Kitab Hukum yang dibuat Napoleon. Dalam hidup sehari-hari pelbagai jenis sastera yang sekarang suka dipakai memang jarang menimbulkan salah paham atau kesulitan. Setiap orang begitu saja tahu, justru oleh karena umum dan biasa dipakai jenis sastera manakah dijumpainya. Dan begitu saja jenis sastera dapat dinilai semestinya. Hanya pabila jenis baru muncul orang dapat keliru sebentar.Jadi jenis sastera pada umumnya ialah suatu (beberapa) cara yang dijaman dan lingkungan kebudayaan tertentu umum dipakai untuk menyatakan isi hati, pikiran dan kebenaran. Masing-masing jenis sastera ada kaidah dan patokannya sendiri untuk mengungkapkan kebenaran yang dimaksudkan.Kesulitan barulah muncul pabila halnya jenis sastera dari jaman dahulu, yang dewasa ini (atau dalam lingkungan kita) tidak (lagi) dipergunakan sebagai cara biasa untuk menyatakan isi hati. Dan demikianlah halnya Kitab Suci. Alkitab ditulis dijaman dahulu, sepanjang lk. seribu tahun, dua-tiga ribu tahun yang lalu dalam alam kebudayaan yang bukan alam kebudayaan kita dalam abad keduapuluh masehi. Alkitab juga tidak sekali jadi dikarang, melainkan berangsur-angsur tumbuh sepanjang jangka waktu agak lama yang mengalami perubahan-perubahan yang tidak kecil. Maka itu penting sekali diketahui jenis-jenis sastera manakah dipergunakan Kitab Suci dan kaidah serta patokan manakah dituruti oleh jenis sastera tertentu. Sebelum kesemuanya itu diketahui dengan saksama ada bahaya besar bahwa Alkitab tidak dimengerti maksudnya atau malah diartikan salah sama sekali. Pentingnya jenis-jenis sastera Kitab Suci ditekankan oleh Pius XII (surat edaran: Divino afflante Spiritu) dan sekali lagi ditekankan oleh konsili Vatikan II (Konstitusi Dei Verbum). Dalam ilmu tafsir Alkitab dewasa ini "jenis sastera" memainkan peranan penting. Namun demikian ternyatalah bahwa "jenis sastera" tidak mampu memecahkan semua soal dan masalah yang ditimbulkan baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.Untuk menetapkan jenis-jenis sastera yang dipergunakan Alkitab sangat bermanfaat kitab Suci dibandingkan dengan jenis sastera yang laku dijaman itu dan dilingkungan kebudayaan disekitar Israil dan Palestina. Kerap kali kesamaan segera menonjol. Namun demikian ada juga jenis sastera yang khusus milik Kitab Suci. Keistimewaan kesusasteraan itu ada sangkut pautnya dengan kekhasan iman dan keyakinan keagamaan yang tercantum dalam Kitab Suci. Terjadi juga bahwa jenis sastera tertentu diambil alih tapi disesuaikan dengan keyakinan yahudi atau keristen yang khas.Ada mungkin juga dan ternyata terjadi bahwa dalam kitab yang satu dan sama dipergunakan pelbagai macam jenis sastera. Jenis sastera Key 1-11 ternyata lain dari jenis sastera Key 12-50. Demikianpun jenis sastera yang dipergunakan untuk menceritakan masa muda Yesus atau kebangkitanNya lain dari jenis sastera yang dipakai untuk menceritakan riwayat hidupnya. Jenis sastera Injil Yohanes agak berbeda sedikit dari jenis sastera para sinoptisi. Khotbah di Bukit lain jenis sasteranya daripada wejangan Yesus tentang akhir jaman.
  2. Beberapa jenis sastra dalam Kitab Suci.
    Kitab Suci menggunakan pelbagai jenis sastera yang tidak menimbulkan kesulitan khusus. Ada jenis sastera yang berupa prosa dan juga yang berupa puisi. Sajak banyak dipakai dalam Alkitab (Kitab Mazmur, bagian terbesar dari kitab-kitab para nabi; beberapa lagu (kuno) yang terserak-serak dalam kitab-kitab lain yang umumnya menggunakan prosa (Key 49; Peng 15; C, J 11:35-36; 21:14-18:27-3; Hak 5 dll.). Ada jenis sastera yang berupa dialog (Iyob), sedangkan Madah Agung dalam Alkitab mewakili jenis sastera "Lagu Cinta" (bdk Mzm 45). Jenis sastera Hukum" diketemukan khususnya dalam Taurat Musa. Jenis sastera "Kebijaksanaan" amat laku dijaman belakangan Perjanjian Lama, meskipun sejak dahulu kala sudah dipakai. Jenis sastera ini suka menggunakan macam-macam pepatah pendek dan tajam, atau juga yang lebih panjang. Biasanya diambil dari pengalaman hidup sehari-hari. Dijaman kemudian "kebijaksanaan" praktis itu suka dipulangkan kepada Tuhan sendiri dan didasarkan pada Taurat Musa. Maksud jenis sastera ini ialah: mendidik (kaum kemuka), supaya nanti mendapat kedudukan yang wajar dalam masyarakat (sebagai guru atau pegawai). Juga diluar Israil jenis sastera ini amat laku dan jelas bahwa "para bijak Israil" terpengaruh oleh kaum bijak diluar negeri. Dalam Kitab Suci jenis sastera ini diwakili terutama oleh Kitab Amsal dan Kitab Petrus Sirah. Kitab Kebijaksanaan adalah suatu lanjutan tapi lebih menyurus ke "midrasy" dan "filsafat". Jenis sastera yang dalam Perjajian Lama hampir saja tidak dipakai tetapi sangat digemari dalam Perjanjian Baru ialah: surat-menyurat. Surat-surat dari Perjanjian Baru, khususnya surat-surat Paulus umumnya menuruti patokan-patokan yang didunia Yunani-Romawi laku untuk jenis sastera ini.Tetapi ada beberapa jenis sastera dalam Kitab Suci yang dapat menimbulkan kesulitan. Karenanya ada baiknya diutarakan barang sedikit.
    1. Midrasy.
      Ini suatu jenis sastera yang khas dalam Kitab Suci dan didunia Yahudi dijaman sesudah Kitab Suci. Ditempat lain (SASTERA YAHUDI, Midrasyim) jenis sastera yang khas ini dibicarakan.
    2. Jenis sastera kenabian.
      Jenis sastera ini sebenarnya diketemukan juga diluar Kitab Suci, tapi terutama dalam Alkitab dikembangkan sampai puncaknya. Kemudian hilang sama sekali dan hanya sebentar hidup kembali dalam Kuran. Jenis sastera ini sesungguhnya serba majemuk. Para nabi menggunakan macam-macam jenis sastera lain (Lagu ratap, Lagu Ejekan, Allegorie, riwayat hidup dll.) tetapi keistimewaannya ialah "firman Allah". Adakalanya "firman" itu hanya diucapkan sebagaimana diterima oleh si nabi, tetapi adakalanya firman Allah itu diberi berkomentar dalam khotbah-khotbah si nabi yang hangat berkobar-kobar. Firman dan khotbah itu menyerang, mengancam rakyat dan kaum pemuka di Israil karena keburukannya. Keburukan itu dilukiskan sehitam-hitamnya. Kepada rakyat dan pemuka diancamkan malapetaka, ataupun si nabi menghibur rakyat yang tertimpa dengan janji bagi masa mendatang yang amat bahagia. Baik dalam ancaman maupun dalam janjinya si nabi pertama-tama mau mengesankan kepada hati rakyat. Ia menggambarkan semua dengan gambaran dan kiasan hebat yang seringkali sudah tradisionil dalam jenis sastera ini. Maka itu kiasan, gambaran dan lukisan tentang malapetaka dan masa bahagia nanti jangan diartikan secara harfiah. Tak pernah dimaksudkan demikian. Beberapa wejangan Yesus termasuk kedalam jenis sastera ini (bdk.Mat 23; 11:20-24).
    3. Apocalyps (=persingkapan, wahyu).
      Jenis sastera ini agak dekat dengan jenis sastera kenabian namun berbeda juga. Jenis sastera ini sudah mulai muncul dalam kitab para nabi Perjanjian Lama (beberapa bagian dari Kitab Yeheskiel, Yesaya, Zakarya) tetapi mengalami masa jayanya sekitar jaman masehi (200 sb. Ma-100 Mas.) baik dikalangan Yahudi maupun dikalangan keristen (bekas Yahudi). Wakil jenis sastera ini dalam Alkitab ialah Kitab Daniel dan Wahyu Yohanes. Ciri-ciri jenis sastera (yang tidak selalu diketemukan bersama) ialah: Dalam rupa "wahyu" rahasia (dan harus dirahasiakan) yang disampaikan (kerap kali) oleh seorang malaekat (tak perlu itu sungguh terjadi) sipengarang menceritakan akhir jaman. Kerap kali sejarah hingga masa sipengarangpun disajikan dalam rupa wahyu yang dahulu diberikan kepada seorang tokoh besar (Elias, Ibrahim, Adam, Henokh dll!). Wahyu ini disampaikan dengan gambaran dan kiasan yang ganjil dan aneh sekali, sehingga sukar dipahami. Demikianpun lukisan-lambang, warna tertentu serta angka rahasia sangat digemari. Maksud "apocalyps" ialah menghibur kaum saleh yang menderita, dianiaya dan dikejar. Mereka diberi kekuatan dan harapan dengan melukiskan hari kiamat yang tidak lama lagi akan tiba. Pada saat itu Allah sendiri akan turun tangan secara ajaib untuk menghukum para pendosa (kaum kafir) dan menyelamatkan orang-orang suci (Israil). Jenis sastera ini dalam Perjanjian Baru (kecuali dalam Wahyu Yohanes) dipergunakan dalam wejangan Yesus tentang akhir jaman (bdk. Mar 13 dsj. Mat 24:31-46). Oleh karena jenis sastera itu bagi kita asing sama sekali, maka sukar diartikan dengan tepat. Disini hanya perlu dicatat: kiasan, lambang, gambaran itu jangan diartikan secara harfiah; jangan mencoba mengetrapkan angka-angka pada apa atau siapapun dan jangan memperhitungkan hari kiamat!
    4. Jenis sastera historis.
      Jenis sastera ini sesungguhnya menimbulkan kesulitan yang paling banyak. Dalam seluruh Kitab Suci tidak ada "jenis sastera historis" sebagaimana dewasa ini dipakai dalam buku ilmu sejarah. Kitab Suci tak pernah menceritakan sejarah demi sejarah, tapi selalu dengan maksud keagamaan dan maksud itu sangat mempengaruhi caranya peristiwa diceritakan. Kecuali ini harus ditambahkan pula bahwa "jenis sastera historis" dalam Kitab Suci adalah serba majemuk dan ada beberapa macam "jenis historis". Dalam kitab yang sama kerapkali macam-macam jenis bercampur satu sama lain atau bergilir-ganti dipakai.Yang paling dekat pada apa yang kita harapkan dari "sejarah" ialah bagian Alkitab yang disusun berdasarkan dokumen-dokumen yang lebih kurang resmi dari istana, Bait Allah atau berasal dari orang yang sendiri ikut serta dalam kejadian. Bagian besar dari Kitab Raja-raja, Syemuel dan Esra/Nehemia termasuk kedalam "jenis sastera" ini (bdk 1Ray 5:15-6; 7:13-51; 20; 22:1-38; 2Ray 4:4-27; 9:1-10:27; 2Syem 13-21; Esr 4-6; Neh 1-6; 10; 12:27-43; 13:4-32).Ada juga bagian-bagian Alkitab yang memelihara tradisi rakyat. Atas dasar kejadian-kejadian yang nyata tradisi itu menghias kejadian-kejadian itu dengan macam-macam cerita yang diambil entah dari mana. Maksud cerita-cerita macam itu ialah memuliakan nenek-moyang dan jaman dahulu. Jenis sastera macam itu diketemukan umpamanya dalam Key 12-50; Kitab Yosyua dan Kitab Hakim-hakim. Dan masih ada bagian-bagian lain Kitab Suci yang mempunyai corak yang sama (bdk 1Ray 17; 2Ray 1). Jelas kiranya bahwa sukar sekali ditetapkan apa yang "sejarah" menurut paham kita dan apa hiasan yang lebih kurang berupa dongeng.Ada juga bagian-bagian (atau kitab seanteronya) berupa historis yang hanya cerita pembina. Maksudnya ialah mengajar sesuatu (perilaku). Kedalam jenis sastera macam itu tergolong umpamanya Kitab Tobit, Yudit, Ester, Yona. Tiap-tiap kali orang harus menyelidiki berapa jauhnya cerita-cerita itu berdasarkan "sejarah", kejadian-kejadian nyata.Lain lagi adalah jenis sastera yang dipakai kitab Tawarikh. Kitab ini sebenarnya bagian terbesar hanya sekali lagi menceritakan bahan yang tercantum dalam Kitab Syemuel dan Raja. Tetapi kisah itu kini diceritakan dengan maksud tertentu dan seluruh bahan ditaklukkan kepada maksud itu dan diolah seperlunya. Memang semua kitab "historis" dalam Alkitab ditulis dengan maksud religius, tetapi maksud religius itu yauh lebih berpengaruh dalam kitab Tawarikh, yang ingin "membuktikan" sesuatu.Perjanjian Barupun menggunakan "jenis sastera historis", yaitu dalam keempat Injil dan dalam Kisah Rasul-rasul. Dalam kitab terakhir ini pelbagai jenis sastera historis dipergunakan. Bagian pertama (pasal 1-12) berdasarkan tradisi-tradisi yang sudah tersedia. Nilai historisnya harus diselidiki tiap-tiap kali. Bagian kedua lebih berupa "laporan" (pasal 13-28) dan nilai historisnya umumnya lebih terjamin. Adapun keempat inyil ada jenis sasteranya sendiri. Hal itu diuraikan tempat keempat injil dibicarakan (bdk. INDJIL). Pendeknya: Injil adalah suatu kesaksian umat keristen terhadap Yesus, Tuhan kita. Kesaksian itu sebelum dibukukan dalam keempat injil mengalami perkembangan sendiri. Sesungguhnya dalam keempat injil masih ada pelbagai jenis sastera tersendiri, yang semua boleh dikatakan lebih kurang "historis". Didalam injil kisah tentang masa muda Yesus mempunyai corak tersendiri lagi, yang mungkin boleh dikatakan "midrasy".


Artikel ini diambil dari:
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau.
kembali ke atas