|
|
(Satu revisi antara tak ditampilkan.) |
Baris 1: |
Baris 1: |
| {{Kanan|{{Sejarah Apostolat di Indonesia}}|{{Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia}}}} | | {{Kanan|{{Sejarah Apostolat di Indonesia}}|{{Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia}}}} |
- | Dalam pekerjaan apostolat di Maluku, Ambon -- sebagai pusat -- memainkan peranan penting. Sesudah runtuhnya V.O.C. keadaan Jemaat ini, seperti yang telah kita dengar (lihat uraian tentang "G.P.I. di Indonesia-Timur"), sangat menyedihkan. Sejak 1809 gedung-gereja dari Jemaat yang berbahasa Belanda di situ dipakai sebagai gudang. Tidak berlebih-lebihan, kalau pendeta Ross dari Betawi menulis (1814), bahwa keadaan "orang-orang Kristen di Ambon dan di seluruh Indonesia-Timur, yang telah bertahun-tahun lamanya hidup tanpa pengajar ......... sama seperti domba-domba yang sesat dan miskin, yang tidak mempunyai gembala". (**Coolsma, a.w., blz. 675.) Karena itu kedatangan Kam di situ (1815) disambut dengan gembira.
| |
| | | |
- | Dalam waktu yang singkat ia telah mengunjungi Jemaat-jemaat di seluruh Maluku. Di mana-mana ia berkhotbah, mengajar, memberkati nikah dan melayani sakramen. Beribu-ribu orang yang ia baptis: ia mulai dengan 252 di Ambon (1815), sesudah itu 295 orang, juga di Ambon (1816) dan "seluruh penduduk dari dua desa" di luar Ambon (1916), kemudian 1500 orang dalam kunjungannya yang pertama ke pulau-pulau Selatan-Daya (1825), 900 orang dalam kunjungannya yang kedua (1825), 610 orang di Haruku (1825) dan 84 orang di Seram (1828). Dengan jalan itu -- dengan jalan meneruskan tradisi "baptisan massal", yang telah berabad-abad lamanya dipakai di Indonesia-Timur -- ia bukan saja memperbesar jumlah orang Kristen yang hanya "namanya saja Kristen" di situ, tetapi ia juga memperdalam jurang pemisahan antara sakramen baptisan dan sakramen perjamuan. (**Joseph Kam, blz. 40, 60, v., 65 vv., 133 vv.)
| + | Di atas telah kita katakan, bahwa dari 2 pendeta-sending yang Kam utus ke Minahasa pada tahun 1835, Hermann ditempatkan di Amurang, suatu Jemaat yang cukup besar <ref>dengan 700 anggota</ref>, tetapi yang sangat terlantar: banyak anggotanya hidup "di luar nikah". Kemudian keadaan itu berangsur-angsur berobah: pemborosan untuk pesta-pesta makin berkurang, jumlah anggota-anggota Jemaat, yang minta supaya nikah mereka diberkati, makin besar, pendidikan di sekolah-sekolah mulai dihargai, dan lain-lain. |
| | | |
- | Dengan rupa-rupa jalan ia berusaha melayani Jemaat-jemaat di Maluku: dengan jalan mencetak dan mengirim surat-surat gembala, bahan-bahan katekisasi, khotbah-khotbah, dan lain-lain, kepada mereka. Untuk semuanya itu dibutuhkan biaya yang besar, padahal subsidi yang diberikan oleh Pemerintah tidak cukup. Sebagai jalan keluar -- untuk dapat menutup pengeluaran yang makin lama makin besar -- pada tahun 1821 ia mendirikan suatu Perhimpunan Pekabaran-Injil Pembantu di Ambon (**Coolsma, a.w., blz. 676.) Ia sadar, bahwa pekerjaan yang bertimbun-timbun itu tidak dapat ia kerjakan sendiri. Atas permintaannya N.Z.G. secara teratur -- pada tahun 1818, pada tahun 1821, pada tahun 1823, pada tahun 1827 dan pada tahun 1830 -- mengirim pendeta-pendeta-sending ke Ambon. Dari situ mereka diteruskan oleh Kam ke berbagai-bagai tempat di Indonesia-Timur.
| + | Waktu Van Rhijn berada di Amurang, ia banyak mengadakan pembicaraan dengan Hermann tentang dialek-dialek Minahasa. Menurut Hermann dialek-dialek Minahasa dapat dikembalikan pada 3 dialek utama, yaitu: dialek Tonsea, Tondano dan Amurang. Ia sendiri menganggap dialek Amurang lebih penting daripada kedua dialek yang lain. Sejak tahun 1848 ia telah mulai berkhotbah dan mengajar dalam dialek itu. Sayang sekali, bahwa ia lekas meninggal <ref>1851</ref>. Tetapi setahun sesudah itu Injil Matius, yang ia terjemahkan dalam dialek Amurang, diterbitkan oleh Lembaga Alkitab di Betawi <ref>**Coolsma, a.w., blz. 574</ref> |
| | | |
- | Untuk memudahkan pengaturan pelayanan di pulau-pulau, yang terletak antara Ambon dan Timor, dan pengawasan atas pelayanan di pulau-pulau itu, pada tahun 1826 Kupang ditetapkan sebagai pusat kedua (di samping Ambon). (**Van Boetzelaer II, blz. 342.)
| + | Ia digantikan oleh pendeta-sending Van der Velde van Capellen. Pekerjaan yang Hermann tinggalkan -- 9 Jemaat <ref>dengan kira-kira 2500 anggota</ref> dan 14 sekolah <ref>dengan 1318 murid</ref> -- ia coba perkembangkan dengan jalan: mempersiapkan pembantu-pembantu pribumi, mengadakan semacam katekisasi-sidi di rumahnya, dan secara teratur mengunjungi Jemaat-jemaat di luar Amurang. Tetapi oleh kematiannya yang mendadak <ref>1856</ref> -- karena serangan penyakit tiphus -- usahanya itu terhenti. Penggantinya, pendeta-sending Tindeloo, tidak begitu senang bekerja di Amurang. Alasannya: dari 1100 anggota Jemaat di situ hanya kira-kira 120 orang saja yang mengunjungi kebaktian-kebaktian. Memang keadaan Jemaat-jemaat di luar Amurang sedikit lebih baik, tetapi sikap bermusuhan dari kontrolir di Amurang tidak menyenangkannya. Karena itu ketika isterinya meninggal <ref>**Isterinya adalah anak perempuan Riedel.</ref>, ia minta dipindahkan ke Tonsea. <ref>**Tidak lama sesudah itu ia kawin lagi dengan anak perempuan Wilken.</ref> |
| | | |
- | Pada tahun 1832 N.Z.G. mengirim seorang pendeta-sending lagi ke Ambon -- pendeta-sending Gericke -- tetapi sekali ini bukan untuk pekerjaan di salah satu Jemaat atau daerah di luar Ambon, melainkan untuk membantu Kam, yang makin lama telah makin tua. Hanya 7 bulan saja mereka dapat bekerjasama, sebab pada tanggal 18 Juli 1833 Kam, yang jatuh sakit dalam kunjungannya ke pulau-pulau Aru dan Selatan-Daya, meninggal dunia, dalam usia 64 tahun. Sama seperti Kam Gericke juga segera mengadakan kunjungan ke Jemaat-jemaat di sekitar Ambon. Di samping hal-hal yang baik, ia masih dapati banyak penyembahan berhala dan kedangkalan hidup rohani di Jemaat-jemaat itu.
| + | Jemaat Amurang dan Jemaat-jemaat lain di sekitarnya pada waktu itu mempunyai kira-kira 6000 anggota dan 22 buah sekolah <ref>dengan 1500 murid</ref>. |
| | | |
- | Ia banyak memberikan perhatian pada perbaikan pengajaran di sekolah-sekolah. Atas permintaannya N.Z.G. mengirim Roskott, seorang ahli di bidang pendidikan, ke Ambon untuk membantunya. Tetapi sebelum ia tiba di situ Gericke telah meninggal dunia pada tanggal 1 Juli 1834. (**Coolsma, a.w., blz. 679.)
| + | Pendeta-sending Van de Liefde diutus ke situ sebagai penggantinya. Ia juga mula-mula banyak mendapat kesulitan dari residen Bosch, yang berusaha menghidupkan kembali tarian-tarian kafir dan yang mengancam kepala-kepala desa dengan hukuman, kalau mereka berani menentang usahanya itu. Tetapi kemudian, sesudah Bosch dipecat, situasi berangsur-angsur menjadi baik kembali. Pada tahun 1864 ia pergi bercuti ke Belanda. Berhubung dengan kematian isterinya <ref>**Ia meninggal di kapal, ketika mereka berada dalam perjalanan mereka ke Belanda</ref>, ia baru kembali delapan tahun kemudian <ref>1872</ref> ke Amurang. Pekerjaannya sejak itu berjalan dengan baik. Waktu Jemaat-jemaat di Amurang dan sekitarnya diambil-alih oleh G.P.I. <ref>1879</ref>, ia diangkat menjadi pendeta-pembantu. <ref>**Bnd antara lain Verslag van den staat der gemeenten onder Amoerang-Januari 1865 (dalam: Mededeelingen van wege het Nederlandsch Zendelinggenootschap), oleh C.J. van de Liefde, 1866, blz. 139-153.</ref> |
- | | + | |
- | Setibanya di Ambon--dalam bulan Maret 1835--Roskott segera mulai dengan pekerjaannya: dengan persetujuan Perhimpunan Pekabaran-Injil Pembantu di situ, ia dalam tahun itu mendirikan sebuah Sekolah Guru untuk mendidik guru-guru pribumi. Sekolah itu mulai dengan 12 murid. Mula-mula pelajaran diberikan dalam gedung-gereja, yang dibangun oleh Kam, tetapi kemudian (**Berhubung dengan robohnya gedung-gereja itu). Sekolah itu dipindahkan ke Batu-Merah dan dibangun di suatu bidang tanah yang dibeli sendiri oleh Roskott. Pekerjaan Roskott sangat dihargai, terutama karena pengaruh guru-guru, yang ia didik, sangat menonjol. Pada tahun 1844 telah ditempatkan 10 guru sebagai kepala sekolah: 4 orang di pulau-pulau Aru, 2 orang di Timor, 1 orang di Seram dan 3 orang di Ambon. Pada tahun 1855 dilaporkan, bahwa sampai pada waktu itu telah ditempatkan 82 guru diseluruh Indonesia-Timur: di Ambon dan dipulau-pulau lain (61 orang), di Banda (3 orang), di Timor (2 orang), di pulau-pulau Selatan-Daya (6 orang), di pulau-pulau Aru (6 orang), di Ternate (1 orang) dan di Menado (3 orang). Sesuai dengan tugas mereka--sebagai guru dan pemimpin Jemaat--pendidikan mereka terbagi atas 2 bagian: bagian "bawah" dan bagian "atas".
| + | |
- | | + | |
- | Bagian bawah yang ditugaskan kepada Picauly, mencakup: menulis indah, berhitung, ilmu bumi (umum dan alkitabiah), bahasa Melayu, menyanyi dan musik (= musik suling). Bagian atas, yang dipimpin sendiri oleh Roskott, mencakup: ajaran tentang iman dan ethika Kristen, kemudian (sejak 1848) juga sejarah Gereja (**Bnd Coolsma, a.w., blz. 680. Bnd juga De kweekschool voor Inlandsche onderwijzers op Batoe-Mejrah nabij Ambon (dalam: Mededeelingen vanwege het Nederlandsch Zendelinggenootschap), 1859, blz. 127-194). Suatu hal, yang menguntungkan Roskott dan Sekolah yang ia pimpin, ialah bahwa ia mendapat tugas dari gubernur untuk menginspeksi sekolah-sekolah di Ambon dan untuk memakai sekolah di Mardeka sebagai sekolah-praktik. Tugas itu ia tunaikan dengan baik. Berhubung dengan itu ia diangkat (pada tahun 1851) oleh Pemerintah sebagai penilik-sekolah dengan tugas untuk mengunjungi semua sekolah di Ambon dan di pulau-pulau lain, atas biaya Pemerintah. Pengangkatan itu ia terima dengan gembira, sebab dengan jalan itu ia dapat tetap berhubungan dengan guru-guru yang pernah ia didik.
| + | |
- | | + | |
- | Tetapi hal itu tidak lama berlangsung. Antara pendeta-pendeta-sending dan guru-guru pribumi tidak ada kerjasama yang baik. Guru-guru pribumi tidak mau memberikan pengajaran agama di sekolah-sekolah, sekalipun hal itu adalah tugas mereka. Untuk mengatasi "konfrontasi" yang makin meruncing itu, Perhimpunan Pekabaran-Injil Pembantu campur-tangan dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru-guru pribumi. Roskott tidak setuju dengan sikap dan tindakan itu. Ia menganggapnya sebagai serangan (= tuduhan) terhadap Sekolah Guru yang ia pimpin. Konflik itu akhirnya menjadi begitu serius, sehingga tidak dapat diatasi. Akibatnya sangat menyedihkan: pada tahun 1864 Sekolah Guru di Ambon ditutup, Roskott dipecat dan Picauly dipensiunkan (**Roskott meninggal pada tahun 1873 di Ambon. Sepuluh tahun kemudian Dr. Smeding menerbitkan Perjanjian Baru yang ia (= Roskott) terjemahkan dalam bahasa Melayu-Ambon).
| + | |
- | Di atas telah kita katakan, bahwa dari 2 pendeta-sending yang Kam utus ke Minahasa pada tahun 1835, Hermann ditempatkan di Amurang, suatu Jemaat yang cukup besar (dengan 700 anggota), tetapi yang sangat terlantar: banyak anggotanya hidup "di luar nikah". Kemudian keadaan itu berangsur-angsur berobah: pemborosan untuk pesta-pesta makin berkurang, jumlah anggota-anggota Jemaat, yang minta supaya nikah mereka diberkati, makin besar, pendidikan di sekolah-sekolah mulai dihargai, dan lain-lain.
| + | |
- | | + | |
- | Waktu Van Rhijn berada di Amurang, ia banyak mengadakan pembicaraan dengan Hermann tentang dialek-dialek Minahasa. Menurut Hermann dialek-dialek Minahasa dapat dikembalikan pada 3 dialek utama, yaitu: dialek Tonsea, Tondano dan Amurang. Ia sendiri menganggap dialek Amurang lebih penting daripada kedua dialek yang lain. Sejak tahun 1848 ia telah mulai berkhotbah dan mengajar dalam dialek itu. Sayang sekali, bahwa ia lekas meninggal (1851). Tetapi setahun sesudah itu Injil Matius, yang ia terjemahkan dalam dialek Amurang, diterbitkan oleh Lembaga Alkitab di Betawi (**Coolsma, a.w., blz. 574)
| + | |
- | | + | |
- | Ia digantikan oleh pendeta-sending Van der Velde van Capellen. Pekerjaan yang Hermann tinggalkan -- 9 Jemaat (dengan kira-kira 2500 anggota) dan 14 sekolah (dengan 1318 murid) -- ia coba perkembangkan dengan jalan: mempersiapkan pembantu-pembantu pribumi, mengadakan semacam katekisasi-sidi di rumahnya, dan secara teratur mengunjungi Jemaat-jemaat di luar Amurang. Tetapi oleh kematiannya yang mendadak (1856) -- karena serangan penyakit tiphus -- usahanya itu terhenti. Penggantinya, pendeta-sending Tindeloo, tidak begitu senang bekerja di Amurang. Alasannya: dari 1100 anggota Jemaat di situ hanya kira-kira 120 orang saja yang mengunjungi kebaktian-kebaktian. Memang keadaan Jemaat-jemaat di luar Amurang sedikit lebih baik, tetapi sikap bermusuhan dari kontrolir di Amurang tidak menyenangkannya. Karena itu ketika isterinya meninggal (**Isterinya adalah anak perempuan Riedel.), ia minta dipindahkan ke Tonsea. (**Tidak lama sesudah itu ia kawin lagi dengan anak perempuan Wilken.)
| + | |
- | | + | |
- | Jemaat Amurang dan Jemaat-jemaat lain di sekitarnya pada waktu itu mempunyai kira-kira 6000 anggota dan 22 buah sekolah (dengan 1500 murid).
| + | |
- | | + | |
- | Pendeta-sending Van de Liefde diutus ke situ sebagai penggantinya. Ia juga mula-mula banyak mendapat kesulitan dari residen Bosch, yang berusaha menghidupkan kembali tarian-tarian kafir dan yang mengancam kepala-kepala desa dengan hukuman, kalau mereka berani menentang usahanya itu. Tetapi kemudian, sesudah Bosch dipecat, situasi berangsur-angsur menjadi baik kembali. Pada tahun 1864 ia pergi bercuti ke Belanda. Berhubung dengan kematian isterinya (**Ia meninggal di kapal, ketika mereka berada dalam perjalanan mereka ke Belanda), ia baru kembali delapan tahun kemudian (1872) ke Amurang. Pekerjaannya sejak itu berjalan dengan baik. Waktu Jemaat-jemaat di Amurang dan sekitarnya diambil-alih oleh G.P.I. (1879), ia diangkat menjadi pendeta-pembantu. (**Bnd antara lain Verslag van den staat der gemeenten onder Amoerang-Januari 1865 (dalam: Mededeelingen van wege het Nederlandsch Zendelinggenootschap), oleh C.J. van de Liefde, 1866, blz. 139-153.) | + | |
| | | |
| + | == Catatan == |
| + | <references /> |
| {{Sejarah Apostolat di Indonesia|footer1}} | | {{Sejarah Apostolat di Indonesia|footer1}} |
| {{DISPLAYTITLE:Pos Ketiga: Amurang}} | | {{DISPLAYTITLE:Pos Ketiga: Amurang}} |
Di atas telah kita katakan, bahwa dari 2 pendeta-sending yang Kam utus ke Minahasa pada tahun 1835, Hermann ditempatkan di Amurang, suatu Jemaat yang cukup besar [1], tetapi yang sangat terlantar: banyak anggotanya hidup "di luar nikah". Kemudian keadaan itu berangsur-angsur berobah: pemborosan untuk pesta-pesta makin berkurang, jumlah anggota-anggota Jemaat, yang minta supaya nikah mereka diberkati, makin besar, pendidikan di sekolah-sekolah mulai dihargai, dan lain-lain.
Waktu Van Rhijn berada di Amurang, ia banyak mengadakan pembicaraan dengan Hermann tentang dialek-dialek Minahasa. Menurut Hermann dialek-dialek Minahasa dapat dikembalikan pada 3 dialek utama, yaitu: dialek Tonsea, Tondano dan Amurang. Ia sendiri menganggap dialek Amurang lebih penting daripada kedua dialek yang lain. Sejak tahun 1848 ia telah mulai berkhotbah dan mengajar dalam dialek itu. Sayang sekali, bahwa ia lekas meninggal [2]. Tetapi setahun sesudah itu Injil Matius, yang ia terjemahkan dalam dialek Amurang, diterbitkan oleh Lembaga Alkitab di Betawi [3]
Ia digantikan oleh pendeta-sending Van der Velde van Capellen. Pekerjaan yang Hermann tinggalkan -- 9 Jemaat [4] dan 14 sekolah [5] -- ia coba perkembangkan dengan jalan: mempersiapkan pembantu-pembantu pribumi, mengadakan semacam katekisasi-sidi di rumahnya, dan secara teratur mengunjungi Jemaat-jemaat di luar Amurang. Tetapi oleh kematiannya yang mendadak [6] -- karena serangan penyakit tiphus -- usahanya itu terhenti. Penggantinya, pendeta-sending Tindeloo, tidak begitu senang bekerja di Amurang. Alasannya: dari 1100 anggota Jemaat di situ hanya kira-kira 120 orang saja yang mengunjungi kebaktian-kebaktian. Memang keadaan Jemaat-jemaat di luar Amurang sedikit lebih baik, tetapi sikap bermusuhan dari kontrolir di Amurang tidak menyenangkannya. Karena itu ketika isterinya meninggal [7], ia minta dipindahkan ke Tonsea. [8]
Jemaat Amurang dan Jemaat-jemaat lain di sekitarnya pada waktu itu mempunyai kira-kira 6000 anggota dan 22 buah sekolah [9].
Pendeta-sending Van de Liefde diutus ke situ sebagai penggantinya. Ia juga mula-mula banyak mendapat kesulitan dari residen Bosch, yang berusaha menghidupkan kembali tarian-tarian kafir dan yang mengancam kepala-kepala desa dengan hukuman, kalau mereka berani menentang usahanya itu. Tetapi kemudian, sesudah Bosch dipecat, situasi berangsur-angsur menjadi baik kembali. Pada tahun 1864 ia pergi bercuti ke Belanda. Berhubung dengan kematian isterinya [10], ia baru kembali delapan tahun kemudian [11] ke Amurang. Pekerjaannya sejak itu berjalan dengan baik. Waktu Jemaat-jemaat di Amurang dan sekitarnya diambil-alih oleh G.P.I. [12], ia diangkat menjadi pendeta-pembantu. [13]