Sejarah Alkitab Indonesia

Masa Kulturisme Injili (Sangir dan Talaud)

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
 

Revisi terkini pada 14:45, 1 Juli 2011

Sejarah Apostolat di Indonesia 1
Sejarah Apostolat di Indonesia 2
Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia



Tentang pekerjaan Pastorat dalam jemaat-jemaat di Sangir dan Talaud dalam periode ini kita tidak banyak mempunyai sumber. Dari data-data, yang dapat kita kumpulkan nyata, bahwa pekerjaan itu menyangkut bidang-bidang yang berikut:

Daftar isi

Katekisasi

Menurut Van der Velde van Cappellen katekisasi dalam arti yang sebenarnya mula-mula -- pada waktu ia mengunjungi Sangir dan Talaud -- tidak ada (= tidak diberikan) dalam jemaat-jemaat di situ. [1]. Yang ada hanya pengajaran-agama di sekolah-sekolah sebagai "pesemaian Jemaat". Sebagai "warisan" dari V.O.C. pengajaran-agama itu diberikan dalam bahasa Melayu dan terdiri dari: penghafalan doa Bapa Kami, pengakuan-iman Kristen dan kesembilan-belas soal-jawab yang terdapat dalam Katekismus. Kemudian kesembilan-belas soal-jawab itu diganti dengan suatu buku pengajaran lain yang memuat empatpuluh soal-jawab. Di beberapa sekolah, menurut Van der Velde van Cappellen, diajarkan juga "Ikhtisar Agama Kristen". Selain daripada bahan-bahan ini anak-anak yang tua (= yang duduk di kelas yang lebih tinggi) diharuskan menghafal juga: dasafirman, beberapa Mazmur (dalam bentuk sajak) dan doa-doa formulir. [2] Umumnya murid-murid tidak mengerti apa yang mereka hafal. Guru-guru mereka tidak dapat menolong mereka dalam hal itu, karena mereka sendiri "tidak tahu lagi" apa yang mereka ajarkan. [3] Pekerjaan mereka ialah hanya menjaga, supaya murid-murid mereka dapat menghafal apa yang ditugaskan kepada mereka. [4] Itupun sudah banyak sekali meminta waktu. Hampir semua jam sekolah dipakai untuk itu.

Methode ini -- methode menghafal tanpa mengerti apa yang di hafal -- telah berabad-abad lamanya dipakai di situ: mulai dari Missi Portugis/Spanyol dan V.O.C. sampai kedatangan "utusan-utusan-pekerja" di Sangir dan Talaud. Karena itu tidak usah kita heran, kalau Van der Velde van Cappellen katakan, bahwa "anggota-anggota Jemaat di Sangir dan Talaud, khususnya wanita-wanitanya, tidak tahu apa-apa tentang Agama Kristen" dan bahwa "iman mereka banyak bercampur dengan superstisi Islam dan kafir". [5].

Kemudian -- sesudah pendeta-pendeta-sending (= utusan-utusan-pekerja) ditempatkan di Sangir dan Talaud -- katekisasi diadakan lagi untuk anggota-anggota Jemaat, khususnya untuk mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk dibaptis. [6] Berhubung dengan situasi setempat kebaktian dan katekisasi diadakan pada hari yang sama: kebaktian pada hari Minggu pagi dan katekisasi pada hari Minggu petang. [7] Methode yang dipakai ialah methode tradisionil, tetapi bahasanya bukan lagi bahasa Melayu, melainkan bahasa daerah (= "dialek-dialek Sangir dan Talaud"). Berhubung dengan itu pedoman-pedoman katekisasi, yang dibutuhkan, diterjemahkan ke dalam bahasa daerah.

Selain dari Katekismus Heidelberg, sebuah "buku-bacaan alkitabiah", Pengajaran Keselamatan (karangan Doedes) dan Perjalanan Kristen (karangan Bunyan), diterjemahkan juga Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes dan Kisah Para Rasul dalam bahasa daerah. [8]

Ibadah

Ibadah yang paling penting ialah ibadah hari Minggu. Waktu Van der Velde van Cappellen mengunjungi Sangir dan Talaud, bentuk ibadah ini sama dengan bentuk ibadah yang dipakai dalam Jemaat-jemaat lain di Indonesia-Timur."Ibadah dipimpin oleh guru sekolah. Mula-mula ia mengucapkan suatu votum pendek. Sesudah itu ia mempersilakan Jemaat untuk menyanyi. Lalu ia mengucapkan suatu doa-formulir. Kemudian ia sekali lagi mempersilakan Jemaat untuk menyanyi. Lalu ia membacakan suaatu khotbah (bahasa Melayu yang dicetak ). Sesudah ia untuk kali yang ketiga mempersilakan Jemaat untuk menyanyi, ia mengakhiri ibadah dengan berkat rasuli". [9].Kolekte (= persembahan) dipungut, waktu Jemaat meninggalkan gedung-gereja. [10]. Dalam ibadah hari Minggu khotbah, seperti yang nyata dari kutipan di atas, mendapat tempat yang penting. Menurut Van der Velde van Cappellen khotbah itu hampir selalu diambil dari "kumpulan khotbah Burder", yang diterjemahkan oleh Kaum dari bahasa Inggeris. [11]. Khotbah-khotbah Caron, yang terkenal dalam banyak Jemaat di Indonesia-Timur, hampir-hampir tidak dipakai di sini. Bahasa, yang digunakan dalam ibadah, ialah bahasa Melayu. Karena bahasa itu tidak dimengerti oleh sebagian besar dari Jemaat, ibadah-ibadah tidak banyak dikunjungi, kecuali pada hari-hari raya. "Kecuali murid-murid sekolah, jumlah anggota-anggota Jemaat yang mengunjungi ibadah-ibadah tidak lebih banyak dari 20 atau 30 orang, kebanyakan wanita". [12].Kemudian -- a.l. karena penggunaan bahasa daerah dalam ibadah-ibadah -- berangsur-angsur terjadi perobahan dalam hal ini: jumlah anggota-anggota Jemaat yang mengunjungi ibadah-ibadah makin lama makin bertambah besar. Hal itu terjadi juga dengan ibadah-ibadah-doa malam, yang diadakan pada tiap-tiap hari Kamis. Menurut laporan Van der Velde van cappellen pada waktu itu ibadah-ibadah-doa (= "bidstond") ini hanya dikunjungi oleh murid-murid sekolah yang mengerti bahasa Melayu. [13]. Tetapi kemudian -- sesudah bahasa daerah dipakai -- keadaan makin bertambah baik.Malahan kita membaca, bahwa selain daripada ibadah-ibadah itu "tiap-tiap pagi diadakan pertemuan dengan Jemaat untuk membaca Kitab Suci dan sekali sebulan bidstond untuk pekerjaan pekabaran-injil". [14].Lama sekali -- berhubung dengan tidak adanya pendeta di Sangir dan Talaud yang dapat melayani sakramen -- ibadah pelayanan baptisan tidak diadakan di situ. Baru pada tahun 1817, sesudah jemaat-jemaat di pulau-pulau itu lebih dari satu abad lamanya ditinggalkan hidup terlantar, diselenggarakan lagi ibadah pelayanan baptisan, yaitu waktu Kam mengunjungi Jemaat-jemaat itu. Sumber-sumber, yang kita miliki, tidak banyak berkata-kata, baik tentang ibadah pelayanan baptisan pada waktu itu, maupun tentang ibadah-ibadah pelayanan baptisan yang diselenggarakan kira-kira 35 tahun kemudian, waktu pendeta Buddingh selama 9 hari mengadakan kunjungan di Sangir dan Talaud dan melayani sakramen baptisan di situ. Sumber-sumber itu lebih banyak memuat data-data tentang kunjungan ketiga -- kunjungan Van der Velde van Cappellen pada tahun 1855 -- dan tentang ibadah-ibadah pelayanan baptisan yang diselenggarakan pada waktu itu. Menurut sumber-sumber tersebut Van der Velde van Cappellen selama kunjungannya itu membaptis 5033 orang. [15] Upacara pelayanan baptisan pada waktu itu diadakan menurut formulir tradisionil yang dipakai juga dalam Jemaat-jemaat lain di Indonesia-Timur. Untuk baptisan anak-anak harus ada saksi."Sesudah formulir dibacakan, saya di mana saja mempersilakan saksi-saksi dan orang-orang tua untuk mengucapkan pengakuan-iman dan janji-janji baptisan, dan selalu menjaga supaya mereka (= saksi-saksi dan orang-orang tua) menghadiri upacara itu dengan tertib dan hormat". [16]. Selanjutnya ia jelaskan, bahwa sekalipun ribuan orang yang ia baptis, ia juga memakai syarat-syarat baptisan. Dari orang-orang muda ia menuntut, bahwa mereka harus dapat menghafal doa Bapa Kami, pengakuan-iman Kristen, dasafirman dan ikhtisar katekismus dengan baik. Dari orang-orang tua, terutama yang buta-huruf, ia hanya "memperhatikan wajah" mereka: apakah wajah mereka benar-benar memancarkan kesungguhan hati mereka untuk menjadi Kristen. [17].Pendeta-pendeta-sending (= utusan-utusan-pekerja), yang di tempatkan kemudian di Sangir dan Talaud, tidak mau lekas-lekas membaptis: baik orang-orang dewasa, maupun anak-anak. [18]. Tetapi kemudian sikap ini rupanya mereka robah. Sebab dalam waktu yang tidak begitu lama telah timbul di mana-mana Jemaat-jemaat baru, yang cukup banyak mempunyai anggota baptisan. [19]. Dan juga anggota sidi.Waktu Van der Velde Cappellen mengunjungi Sangir dan Talaud (1855) hanya ada satu anggota sidi di situ, yang dahulu diteguhkan di Menado. [20]. Tetapi menjelang akhir masakerja pendeta-pendeta-sending (= utusan-utusan-pekerja) pertama di pulau-pulau itu (1880-1890) telah terdapat banyak anggota sidi yang secara teratur merayakan perjamuan malam. [21].Selain daripada baptisan dan perjamuan, pendeta-pendeta-sending (= utusan-utusan-pekerja) juga banyak mencurahkan perhatian terhadap perkawinan anggota-anggota Jemaat. Waktu mereka tiba di Sangir dan Talaud hidup perkawinan anggota-anggota Jemaat, seperti yang telah kita dengar, tidak berbeda dengan hidup perkawinan orang-orang kafir: poligami, perzinahan, perceraian terdapat di mana-mana. [22]. Untuk memperbaiki hal itu mereka a.l. mengadakan katekisasi bagi anggota-anggota Jemaat (=anggota-anggota yang telah dibaptis), di mana khususnya "tuntutan-tuntutan kehidupan Kristen" dibahas dan dibicarakan dengan mereka. Usaha itu rupanya memberikan hasil yang sangat memuaskan, sebab beberapa tahun sesudah itu ratusan nikah telah diberkati diberbagai-bagai Jemaat. [23].Di Manganitu: 234 pasang, oleh Steller (1858). Di Tagulandang: 342 pasang, oleh Schroder (1858). Di Tagulandang: 46 pasang, oleh Kelling (1859). Di tempat-tempat lain juga banyak. [24].

Penggembalaan dan disiplin

Penggembalaan dan disiplin -- sama seperti dahulu -- erat dihubungkan dengan perayaan perjamuan. Bagaimana hal itu dilaksanakan dalam praktik, kita tidak tahu. Mungkin sama dengan cara yang dipakai oleh Gereja pada waktu V.O.C. Yang terang ialah, bahwa banyak anggota sidi "yang dahulu -- karena kesalahan mereka -- tidak diperbolehkan untuk turut merayakan perjamuan malam, dengan segala jalan berusaha untuk diterima kembali di Meja Tuhan". [25].Di desa-desa -- dalam Jemaat-jemat kecil -- guru sekolah, yang bekerja juga sebagai pemimpin Jemaat, yang menunaikan tugas sebagai gembala. "Baik pada waktu gembira, berhubung dengan lahirnya seorang bayi, maupun pada waktu duka, berhubung dengan meninggalnya seseorang, atau pada waktu-waktu lain yang dapat menggembirakan atau mendukacitakan hidup manusia ... ia merupakan tokoh sentral di desanya: pemimpin dan tempat bertanya bagi semua orang, baik yang tua, maupun yang muda. Ia yang bertugas untuk memimpin perjamuan-pesta, yang diadakan untuk menghormati bayi yang baru dilahirkan. Ia yang bertugas untuk mempersembahkan syukur kepada Allah atas anak yang baru dilahirkan itu ... Ia yang bertugas untuk mendidik anak-anak di sekolah ... di Sekolah Minggu, di katekisasi, di paduan-suara dan perhimpunan musik dan akhirnya di katekisasi-sidi. Kalau salah seorang muridnya membuat rencana untuk kawin, ia diminta untuk turut mengambil bagian dalam perundingan yang diadakan oleh keluarga: untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang akan diambil, untuk membicarakan keberatan-keberatan, kalau ada, untuk menasihati kedua orang muda itu supaya hidup tekun dan setia, seorang terhadap yang lain... Kalau kemudian hidup mereka ditudungi awan-awan yang gelap, ialah yang terpanggil untuk menolong, menasihati dan menghukum, agar mereka kembali ke jalan yang benar (= yang rata)". Pelayanannya bukan sampai di situ saja. Ia juga yang memimpin upacara pemakaman, kalau ada anggota Jemaat yang meninggal, dan "mengucapkan doa yang terakhir di kuburnya yang terbuka". [26]

Catatan

  1. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 63.**
  2. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 78.**
  3. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 64.**
  4. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 78.**
  5. **Van der Velde van Cappellen. a.w., blz. 63, 65 v.**
  6. **Brilman, a.w., blz. 145**
  7. **Brilman, a.w., blz. 150**
  8. **Brilman, a.w., blz. 150. Pekerjaan terjemahan ini dilakukan a.l. oleh Clara Steller, anak perempuan dari pendeta-sending (= utusan-pekerja) Steller. Selain daripada buku-buku di atas, ia juga menerbitkan suatu daftar kata-kata Sangir-Belanda.**
  9. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 59. Bnd S. Coolsma, De zending op de Sangih- en Talaut-eilanden (dalam: Nederlandsch Zendingstijdschrift), 1893, blz. 214.**
  10. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 60. Bnd Coolsma, a.w., blz. 214.**
  11. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 60 Bnd Brilman, a.w., blz. 129**
  12. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 61. Bnd Coolsma, a.w., blz. 214.**
  13. **Van der Velde van cappellen, a.w., blz. 61.**
  14. **Brilman, a.w., blz. 150.**
  15. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 42. Di Ondong saja ia membaptis lebih dari 1200 orang (blz. 62).**
  16. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 43.**
  17. **Van der Velde van Cappellen, a.w., blz. 42 v.**
  18. **Coolsma, a.w., blz. 238, 240. Bnd Brilman, a.w., blz. 140, 144.**
  19. **Coolsma, a.w., blz. 246 v., 249 v. Bnd J.J.P. Valeton Jr., Het Sangir en Talaut-Comite, 1904, blz. 27-32.**
  20. **Christelijke Stemmen, 1859, blz. 466, Bnd Brilman, a.w., blz. 140.**
  21. **Coolsma, a.w., blz. 246 v., 249 vv. Bnd Valeton Jr., a.w., blz. 27, 29, 31.**
  22. **Brilman, a.w., blz. 139, 144, dll.**
  23. **Perkawinan-campuran mereka tidak mau berkati. Bnd Christelijke Stemmen, 1859, blz. 469.**
  24. **Coolsma, a.w., blz. 240, 289. Bnd Brilman, a.w., blz. 144. Kemudian nyata, "bahwa tidak ada orang yang yakin tentang kesetiaan mereka yang kawin" (blz. 145)**
  25. **Valeton Jr., a.w., blz. 29.**
  26. **Brilman, a.w., blz. 187 v.**
Bibliografi
Artikel ini diambil dari:
Abineno, Dr. J.L. Ch. 1979. Sejarah Apostolat di Indonesia 2. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
kembali ke atas