Sejarah Alkitab Indonesia

artikel/ambon pekerjaan pastorat.htm

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Sejarah Apostolat di Indonesia 1
Sejarah Apostolat di Indonesia 2
Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia



Sama seperti di Belanda (**Bnd R. Bijlsman, Kleine Catechetiek, 1969, blz. 75 v.), demikian pula di Indonesia katekisasi pada waktu itu erat berhubungan dengan pengajaran-agama di sekolah-sekolah. Begitu erat, sehingga pengajaran-agama di sekolah-sekolah dianggap sebagai "bagian" dari katekisasi di Gereja. Hal itu nyata dengan jelas dari ketetapan Sidang Gereja Agung (6-20 Agustus 1624) di Betawi, di mana a.l. dikatakan, bahwa "anak-anak Belanda dan juga anak-anak yang bukan-Belanda harus dididik dan diajar secara Kristen di sekolah-sekolah" dan bahwa "untuk pengajaran-agama selanjutnya anak-anak itu harus mengikuti pengajaran katekisasi. (**Van Boetzelaer II, blz. 35). Yang dimaksudkan di sini dengan pengajaran katekisasi ialah pengajaran yang diberikan oleh pendeta-pendeta di Gereja.

Untuk memungkinkan pelaksanaan ketetapan itu bagi anak-anak Indonesia, diusahakan penterjemahan bagian-bagian Kitab Suci [**Yang terpenting di antaranya ialah: Injil Matius dan beberapa Mazmur dalam bentuk sajak, oleh A.C. Ruyl (1629), Injil Matius dan Injil Markus, oleh A.C. Ruyl (1638), Injil Lukas dan Injil Yohanes oleh J. van Hazel (1646), Keempat Injil (direvisi) dan Kisah Para Rasul (diterjemahkan), oleh J. Heurinus (t.t), Limapuluh Mazmur, oleh J. van Hazel dan diperbaiki oleh J. Heurinus (1648), Seratus limapuluh Mazmur, oleh J. Heurinus (1652), Kejadian, oleh D. Brouwerius (1668) dan Kitab Mazmur dalam bentuk sajak, oleh G.H. Werndly (1735). Bnd Van Boetzelaer II, blz. 121 v., 257, Valetijn, a.w., blz. 54 v., Troostenburg de Bruyn, a.w., blz. 419, 435 v., dan Bouwstoffen, III, blz. 751], bahan-bahan katekisasi [**Yang terpenting di antaranya ialah: Ikhtisar dari buku Marnix van St. Aldegonde, oleh J.C. Ruyl (1602), Ikhtisar dari buku Marnix van St. Aldegonde dan beberapa karya lain dalam bahasa Melayu Ambon, oleh F. Houtman (t.t), Katekismus Heidelberg, oleh S. Danckaerts (625), (t.t), Buku Tanya-Jawab, oleh Spiljardus (t.t), Katekismus, dalam bahasa Melayu Ambon, oleh F. Valentijn (1756)] dan nyanyian-nyanyian [**Yaitu: Mazmur-mazmur dalam bentuk sajak (lih. catatan 133) dan kemudian "Mazmur dan Tahlil", oleh Schroder (1908)] dalam bahasa Melayu.

Salah satu buku katekisasi yang lama memainkan peranan penting dalam pelayanan Jemaat-jemaat di Indonesia pada waktu itu ialah Buku Tanya-Jawab dari Marnix van St. Aldegonde. [**Bnd D. van Dijk, Het "vraegboecxken van St. Aldegonde" (dalam: De Heerbaan), 1950, blz. 150-164 dan 205-210.] Buku ini, menurut Danckaerts, mula-mula diterjemahkan oleh A.C. Ruyl dalam "bahasa Melayu yang baik" (1602), tetapi terjemahan itu di beberapa tempat -- khususnya "di Amboina, Banda dan Maluku" -- tidak dapat dipahami orang. Untuk mengatasi kesulitan ini Houtman mengusahakan suatu terjemahan lain dalam bahasa Melayu Ambon -- tetapi terjemahan ini juga sukar dimengerti. [**Bnd Van Dijk, a.w, blz. 161.] Berhubung dengan itu Danckaerts -- yang pada waktu itu menjadi pendeta di Ambon -- mengambil keputusan untuk sedikit merobah terjemahan Ruyl, sehingga buku itu dapat berguna bagi "anak-anak dan orang-orang Kristen baru". [**Dalam kata-pendahuluannya Danckaerts katakan, bahwa maksudnya "bukanlah untuk memperbaiki terjemahan Ruyl dalam bahasa Melayu yang lebih baik, tetapi...hanya untuk merobahnya sedikit-sedikit dalam bahasa Melayu yang dapat dimengerti" oleh orang-orang di Amboina, Banda dan Maluku. Bnd Van Dijk, a.w., blz. 159]. Judul buku itu dalam bahasa Melayu Ambon ialah: Adjaran dalam yang mana djadi caber adjar capallanja deri agama Christaon". Isinya terdiri dari suatu percakapan sederhana yang berlangsung antara seorang guru dan empat orang murid (= Abraham, Daud, Soleman dan Yakob) tentang: penciptaan langit dan bumi, penciptaan manusia, maksud penciptaan manusia, Allah sebagai Pencipta, tempat di mana Allah bersemayam, pengakuan iman rasuli, dasafirman, Gereja, baptisan, perjamuan, dan lain-lain.

Suatu buku kecil lain, yang juga lama memainkan peranan penting dalam pelayanan Jemaat-jemaat di Indonesia pada waktu itu ialah Katekismus Heidelberg [**Disusun oleh Caspar Olivianus dan Zachardias Ursinus atas perintah raja Frederik III dari Pfalz pada tahun 1542.], yaitu buku katekisasi yang sampai sekarang masih dipakai oleh banyak Gereja di Indonesia.

Theoretis pekerjaan katekisasi diatur dengan baik dan secara terperinci dalam tatagereja-tatagereja [**Tatagereja tahun 1624, tahun 1643 dan tatagereja Ambon (1673)] dan dalam keputusan-keputusan gerejani yang lain [**Bnd Van Boetzelaer II, blz. 35.], tetapi dalam praktik ia sukar dijalankan, terutama karena kekurangan tenaga pendeta. Di beberapa Jemaat Majelis Gereja berusaha mengatasi kesulitan itu dengan jalan mengangkat tenaga-tenaga pembantu [**Di Betawi umpamanya diangkat seorang diakones dalam Jemaat berbahasa Belanda dengan tugas untuk memberikan pengajaran-agama dan seorang "guru katekisasi" yang kemudian menjadi pendeta, dengan tugas yang sama, dalam Jemaat berbahasa Melayu. Bnd Van Boetzelaer II, blz. 270.], tetapi pada umumnya usaha itu juga tidak banyak menolong: sama seperti guru-guru sekolah, demikian pula tenaga-tenaga pembantu ini tidak cukup diperlengkapi, sehingga mereka tidak dapat menunaikan tugas mereka dengan baik.


Bibliografi
Artikel ini diambil dari:
Abineno, Dr. J.L. Ch. 1979. Sejarah Apostolat di Indonesia 1. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
kembali ke atas